BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Sastra adalah hasil cipta manusia dengan menggunakan
bahasa sebagai medianya, bersifat imajinatif, disampaikan secara khas, serta
mengandung pesan yang bersifat relatif. Sastra memberikan wawasan yang umum
tentang masalah manusia, sosial, maupun intelektual, dengan caranya penyampaian
yang khas.
Karya sastra lahir karena dorongan dasar manusia untuk
mengungkapkan dirinya yang menaruh perhatian serius terhadap manusia dan
kemanusiaan, dan menaruh minat terhadap dunia realitas yang berlangsung
sepanjang waktu (Sugiantomas, 2012: 1).
Bentuk sastra berarti cara dan gaya dalam penyususan dan pengaturan
bagian-bagian karangan; pola struktural karya sastra. Ke dalamnya dapat
digolongkan tiga bentuk; puisi, prosa, dan drama. (Panuti Sudjiman, 1984 :
12 (dalam Sugianto Mas : 2010).
Prosa fiksi menurut Sudjiman adalah cerita yang
mempunyai tokoh dan alur, yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi dalam
ragam prosa (Sugianto Mas, 2010). Novel merupakan salah satu contoh bentuk dari
karya prosa fiksi. Unsur-unsur yang terdapat pada novel adalah; tema, alur,
tokoh dan perwatakan, latar atau setting, titik pengisahan atau juru cerita,
gaya pengarang, dan amanat.
Maka dari itu, dari keterangan di atas merangsang penulis untuk menganalisis
unsur-unsur intrinsik dalam novel Layar
Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka penulis akan mencoba merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa tema pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
2. Bagaimana alur/plot pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
3. Siapa tokoh pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana dan bagaimana perwatakannya?
4. Dimana, kapan, dan bagaimana latar/setting pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
5. Bagaimana titik pengisahan pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
6. Bagaimana gaya pengarang pada Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana dan gaya bahasa apa saja yang digunakan oleh pengarang?
1. Apa tema pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
2. Bagaimana alur/plot pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
3. Siapa tokoh pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana dan bagaimana perwatakannya?
4. Dimana, kapan, dan bagaimana latar/setting pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
5. Bagaimana titik pengisahan pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
6. Bagaimana gaya pengarang pada Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana dan gaya bahasa apa saja yang digunakan oleh pengarang?
7.
Apa amanat pada novel Layar
Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
1.3. Tujuan Penelitian
Dalam
penelitian ini, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, tujuan
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Ingin mengetahui tema pada novel
Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
2. Ingin mengetahui alur/plot pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
3. Ingin mengetahui tokoh dan perwatakan pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
4. Ingin mengetahui latar/setting pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
5. Ingin mengetahui titik pengisahan pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
6. Ingin mengetahui gaya pengarang dan gaya bahasa yang digunakan pengarang pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
7. Ingin mengetahui amanat pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
2. Ingin mengetahui alur/plot pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
3. Ingin mengetahui tokoh dan perwatakan pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
4. Ingin mengetahui latar/setting pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
5. Ingin mengetahui titik pengisahan pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
6. Ingin mengetahui gaya pengarang dan gaya bahasa yang digunakan pengarang pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
7. Ingin mengetahui amanat pada novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana?
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan
tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan akan bermanfaat baik
secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Manfaat Teoritis
1)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk mengembangkan pengetahuan dibidang ilmu sastra, khususnya prosa fiksi
jenis novel. Selain itu diharapkan dapat menambah pembendaharaan teori mengenai
unsur-unsur intrinsik novel.
b. Manfaat Praktis
b. Manfaat Praktis
1)
Bagi peneliti, hasil penelitian
ini merupakan ajang pembelajaran untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi
penyusunan skripsi di masa mendatang.
2)
Bagi pembaca, hasil penelitian
ini diharapkan dapat menumbuhkan tingkat apresiasi terhadap sebuah karya sastra
khususnya novel, serta dapat bermanfaat sebagai bahan penunjang
pembelajaran/referensi baik untuk tingkat SMP, SMA, maupun tingkat perguruan
tinggi.
BAB II
LANDASAN TORI
2.1 Pengertian Sastra
Dilihat dari segi ide atau persoalan, sastra merupakan
sesuatu yang kompleks, merupakan sesuatu yang bersangkut paut dengan banyak
segi, misalnya cinta, peradaban, moral, cita-cita, kemauan, watak dan
bentuk-bentuk lain dari kehidupan manusia pada umumnya. Masalah-masalah yang di
hadapi dan ditanggapi sastrawan bukan benda mati, melainkan masalah-masalah
manusia dan hidupnya. Sastra berurusan sebagaimana ilmu berurusan dengan alam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2008: 1230) arti kata sastra adalah karya tulis yang jika dibandingkan dengan
tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian,
keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Karya sastra berarti
karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang
indah.
Secara
etimologi kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, dibentuk dari akar kata sas dan -tra. Sas mempunyai arti
‘mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk’; sedangkan -tra mempunyai arti ‘alat, atau sarana’. Karena itu, kata sastra
dapat berarti ‘alat untuk mengerjakan atau buku petunjuk’. Dengan arti ini,
dalam bahasa Sansekerta dapat dijumpai istilah Silpasatra yang berarti ‘buku
arsitektur’, dan Kamasastra yang berarti ‘buku petunjuk seni bercinta’.
(Sugianto Mas, 2012:7).
Secara harfiah kata sastra berarti ‘huruf, tulisan, atau karagan’. Lalu karena karangan
atau tulisan biasanya berwujud buku , maka sastra
berarti juga ‘buku’. Itulah sebabnya, dalam pengertian kesusatraan lama,
istilah sastra berarti buku, baik
yang berisi tentang dongeng, pelajaran agama, sejarah, maupun peraturan dan
undang-undang.
Dalam perkembangan selanjutnya, kata sastra mendapat imbuhan su, yang dalam bahasa jawa berarti ‘baik
atau indah’. Dengan demikian, pengertiannya berkembang juga menjadi ’buku yang
baik dan indah’, dalam arti baik isinya dan indah bahasanya. Kata susastra itu pun berkembang juga dan
mendapat imbuhan gabungan (konfiks) ke-an,
sehingga menjadi kesusastraan yang
berarti ‘hal atau tentang buku-buku yang baik isinya dan indah bahasanya’.
Menurut
Supradjarto (1991: 1) suatu karya sastra ada dua kemungkinan, yakni: karya
imajinatif dan karya informatif. Karya imajinatif berarti karya tersebut
berdasarkan imajinasi penulisnya atau berdasarkan citra penulisnya semata-mata.
Walaupun isinya tidak benar-benar terjadi tetapi masuk akal. Sedangkan karya
informatif yaitu karya sastra seperti halnya karya imajinatif tetapi
penulisannya berdasarkan suatu kejadian besar seolah-olah menjadi insfirasinya.
Sastra merupakan hasil kreatif manusia yang dituangkan
kedalam media bahasa, baik lisan maupun tulisan. (Sugianto Mas, 2012: 9).
Karya sastra lahir karena
dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan dirinya yang menaruh perhatian
serius terhadap manusia dan kemanusiaan, dan menaruh minat terhadap dunia realitas
yang berlangsung sepanjang waktu (Sugiantomas, 2012: 1).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan sastra adalah sebuah karya imajinatif dari hasil
pemikiran manusia yang disampaikan secara khas, mengandung pesan yang bersifat relatif,
mengandung nilai-nilai kebaikan yang dituangkan ke dalam bahasa lisan maupun
bahasa tulis.
2.2. Bentuk-bentuk Sastra
Bentuk sastra berarti cara dan gaya
dalam penyusunan dan pengaturan bagian-bagian karangan; pola struktural karya
sastra ke dalamnya dapat digolongkan tiga bentuk, yaitu puisi, prosa fiksi, dan drama
Panuti Sujiman (dalam Sugiantomas, 2012: 12).
a.
Puisi
Puisi adalah salah satu bentuk karya
sastra menggunakan bahasa yang relatif lebih padat dibandingkan dengan bentuk
prosa. Pilihan kata atau diksi diperhitungkan dari berbagai segi; makna, nilai
imajinasi, irama, rima, dan amanatnya. Oleh karena itu, kata-kata dalam puisi
tidak semata-mata berfungsi sebagai alat penyampaian gagasan, melainkan
berfungsi pula sebagai bahan.
b.
Prosa fiksi
Prosa fiksi atau cerita rekaan adalah
sebuah karangan bebas yang dimuati imajinasi di dalamnya, mengandung
nilai-nilai kehidupan, serta menggunakan bahasa yang khas. Seperti yang pernah
diungkapkan oleh Sudjiman (dalam Sugiantomas, 2013: 60) prosa fiksi atau cerkan
adalah cerita yang mempunyai tokoh, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal
atau imajinasi, dalam ragam prosa. Puisi diciptakan dalam suasana perasaan yang
intens yang menuntut pengucapan jiwa yang spontan dan padat. Dalam puisi, aku
lirik berbicara tentang jiwanya sendiri artinya mengungkapkan dirinya sendiri.
(Waluyo, 1987: 2)
c.
Drama
Drama adalah adalah komposisi syair atau
prosa yang diharapkan dapat
menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau
dialog yang dipentaskan (KBBI, 2008: 342). Drama merupakan salah satu bentuk
karya sastra, yang berwujud susunan dialog dari para tokohnya. Unsur yang
terdapat dalam drama pun tidak berbeda jauh dengan prosa fiksi, yakni terdapat
tema, alur/plot, tokoh dan perwatakan, ketegangan, latar atau setting, gaya,
dan amanat. Namun sebuah naskah drama rasa belum lengkap atau belum utuh
apabila belum dipentaskan dalam sebuah seni pertunjukkan.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa bentuk sastra adalah bentuk
atau gaya dalam menyusun sebuah karangan yang diklasifikasikan menjadi tiga
bentuk, yakni; puisi, prosa fiksi, dan drama.
2.3. Prosa Fiksi
Prosa adalah ragam sastra
yang dibedakan dari puisi karena tidak terlalu
terikat oleh irama, rima dan kemerduan bunyi. Prosa lebih dekat dengan
bahasa sehari-hari Panuti Sudjiman dalam Sugianto Mas (2012: 38). Sedangkan
fiksi yaitu sebuah cerita rekaan atau cerita khayalan.
Dan dapat disimpulkan
bahwa prosa fiksi yaitu salah satu karya sastra yang berbentuk prosa yang
diisinya berupa cerita rekaan yang dipengaruhi oleh unsur imajinasi.
Cerita rekaan adalah salah
satu bentuk sastra yang memaparkan terjadinya peristiwa secara rinci mengenai
segala hal yang bersangkut paut dengan peristiwa tersebut, seperti siapa tokoh
dalam peristiwa itu, bagaimana suasana, bagaimana karakter tokoh tersebut,
dimana dan kapan terjadi peristiwa itu, bagaimana proses terjadinya peristiwa
itu, apa yang melatarbelakangi peristiwa itu, siapa penutur peristiwa itu, dan
bagaimana runtutan perristiwa itu. dalam cerita rekaan yang baik segala hal
yang terkait tersebut akan memberi gambaran yang cukup jelas dan disusun dalam
satu kesatuan yang utuh dan saling menunjang. (Sugianto Mas, 2013:60).
2.4. Jenis-jenis Prosa Fiksi
Seperti
yang telah dijelaskan bahwa prosa fiksi digolongkan menjadi beberapa jenis yang
diklasifikasikan berdasarkan kurun waktu atau jaman, berdasarkan gaya ungkap
atau tipenya, berdasarkan isinya, berdasarkan pada pola umum yang telah amat
populer dan berdasarkan unsur yang menonjol.
1)
Berdasarkan Kurun Waktu atau
Jaman
a.
Dongeng
Dongeng sering disebut juga folklore, dongeng merupakan cerita
rekaan yang pendek dan pada umumnya mengisahkan peristiwa dengan memasukan
hal-hal keajaiban dan tidak mungkin terjadi dalam kehidupan nyata.
b.
Hikayat
Hikayat merupakan cerita rekaan lama yang
panjang yang mengisahkan peristiwa dengan memasukan unsur keajaiban seperti
dongeng. Cerita ini biasanya berpusat pada kehidupan raja-raja, keluarga dan
pembantu dekatnya. Unsur keajaiban nampak dari kesaktian para tokohnya dalam
menaklukan musuh atau suatu kerajaan lain dan merebut putri-putri cantik.
c.
Cerita Sejarah
Cerita sejarah
merupakan cerita tentang raja-raja atau kepala negeri yang biasanya bersandar
pada kenyataan sejarah namun tidak seluruhnya merupakan fakta sejarah.
d.
Novel
Novel merupakan
cerita rekaan yang menceritakan suatu peristiwa yang luar biasa dalam kehidupan
manusia, sebab hanya memuat cerita berdasarkan konflik hidup yang sangat
menonjol, sehingga menceritakan tokoh sejak kecil sampai dewasa dianggap tidak
perlu. Konflik batin yang mendalam dari para tokoh menjadi sasaran utama
cerita.
e.
Cerpen
Cerpen adalah
jenis prosa fiksi yang memaparkan cerita secara singkat dan padat, pada
dasarnya cerpen tidak jauh berbeda dengan novel. Bedanya tokohnya hanya
sedikit, latar/settingnya tidak terlalu banyak, dan alurnya singkat.
f.
Novelet
Novelet merupakan novel kecil,
dari segi kuantitasnya berkisar 60 halaman sampai 100 halaman.
2)
Berdasarkan Gaya Ungkap atau
Tipenya
a.
Narasi
Narasi yaitu tipe cerita rekaan yang gaya
pengungkapannya menuturkan atau menceritakan.
b.
Deskripsi
Deskrpsi yaitu tipe cerita rekaan yang gaya
pengungkapannya melukiskan atau menggambarkan secara rinci.
c.
Semi Dramatik
Semi dramatik yaitu tipe cerita rekaan yang
gaya pengungkapannya bercakap-cakap bisa berupa dialog atau monolog.
3)
Berdasarkan Isinya
a.
Roman atau Novel Bertendens
Novel
bertendens artinya novel yang isinya ceritanya memiliki tujuan. Misalnya novel
berjudul ‘Harimau-Harimau’ karya Muchtar Lubis dan ‘Layar Terkembang’ karya
Sultan Takdir Alisyahbana.
b.
Roman atau Novel Sejarah
Roman atau
novel sejarah yaitu cerita melukiskan kehidupan tokoh-tokoh cerita dalam suatu
masa sejarah atau bersandar pada kenyataan sejarah.
c.
Roman atau Novel Psikologi
Roman atau
novel psikologi yaitu cerita yang terpusat pada kehidupan emosional para
tokohnya yang menjajaki tingkatan kegiatan mentalnya yang berbeda-beda.
d.
Roman atau Novel Perjuangan
Roman atau
novel perjuangan merupakan cerita perjuangan yang dialami tokohnya dalam
mencapai cita-cita atau nampak mempertahankan kemerdekaan bangsanya.
e.
Roman atau Novel Sosial
Roman atau novel
sosial sering disebut novel masyarakat. Novel ini menceritakan suka-duka
kehidupan tertentu dalam lapisan sosial tertentu.
f.
Roman atau Novel Deklamatif
Roman atau novel deklamatif yaitu merupakan cerita yang penuh rahasia
dengan penyelidikan yang cukup mendebarkan serta penuh ketegangan bertahap.
g.
Roman atau Novel Anak
Roman atau
novel anak merupakan cerita kehidupan anak-anak dengan segala dukanya. Novel
ini ada diperuntukkan kepada orang tua sebagai bahan didikan anaknya, ada pula
yang diciptakan dengan bahan bacaan anak-anak.
h.
Roman atau Novel Percintaan
Roman atau
novel percintaan merupakan cerita yang disusun berdasarkan pokok peroalan
cinta. Cerita cinta ini bisa berkembang dalam kehidupan remaja, dewasa, dan
keluarga.
4) Berdasarkan Pada Pola Umum yang Telah Amat
Populer
a.
Roman atau Novel Populer
Novel populer
atau sering disebut novel pop merupakan karya sastra yang dikategorikan sebagai
sastra hiburan dan komersial. Novel ini merupakan lawan dari novel sastra atau
novel serius sebagai sastra literer. Kategori hiburan dan komersial ini
menyangkut oleh penciptaannya, sehingga kualitas sastra menjadi sedikit
terabaikan. Tema yang diangkat biasanya persoalan yang biasa saja alias tema
kebanyakan yang telah banyak diketahui oleh banyak orang.
b.
Roman atau Novel Serius
Roman atau
novel serius disebut juga novel literer merupakan novel bermutu sastra. Disebut
novel serius karena keseriusan dalam menjangkau masalah kehidupan manusia yang
diungkapkan pengarangnya. Novel ini menyajikan persoalan-persoalan hidup
manusia dengan daya tilik yang teliti dan serius, penuh perenungan hakiki
manusia yang dalam. Oleh karena itu jenis novel ini biasanya langgeng dan
bermanfaat bagi penyempurnaan kearifan hidup manusia, disamping pesona hiburan
yang nikmat.
5) Berdasarkan
Unsur yang Menonjol
a.
Roman atau Novel Plot
Roman atau
novel jenis ini menekankan pada susunan plot sebagai unsur yang paling ditonjolkan. Dalam novel ini susunan
peristiwa dirangkai dengan seksama sehingga mampu menarik perhatian pembacanya.
b.
Roman atau Novel Watak
Roman atau
novel watak menekankan pada variasi dan penonjolan karakter para tokohnya. Yang
menjadi perhatian pengarangnya adalah manusia-manusia yang berkarakter
menonjol, sehingga dalam novel ini unsur lain seperti plot, setting, tema dan
yang lainnya tidak begitu diperhatikan.
c.
Roman atau Novel Tematis
Roman atau
novel ini sangat mengutamakan ide atau gagasan-gagasan baru sebagai sumber
tema. Biasanya pokok-pokok persoalan oleh orang lain tidak pernah terpikirkan
mencuat ke permukaan cerita. Tema yang ada sangat unik sehingga mampu menyedot
perhatian pembaca dibandingkan unsur lainnya.
2.5. Novel
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2008: 968) novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian
cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan
watak dan sifat setiap pelaku.
Berbicara
tentang novel tentu ada kaitannya dengan roman. Sebab, seringkali kita bingung
dengan pertanyaan-pertanyaan dalam batin mengenai perbedaan antara novel dengan
roman. Lalu apa perbedaan yang paling mendasar antara novel dengan roman? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, disini akan sedikit membahas mengenai perbedaan
antara novel dengan roman.
Roman sering dikatakan sebagai
karangan mengenai kehidupan manusia dengan pengalaman, sifat, adat istiadat,
pengaruh ekonomi, politik, kehancuran, keberhasilan, serta pendangan hidup
suatu masyarakat seluas-luasnya. Tokoh utama disimpulkan sebagai tokoh yang
dimunculkan sejak kecil sampai dewasa bahkan sampai meninggal. Tokoh bawahannya
banyak, sehingga memungkinkan terjadinya plot ganda. Kesemua itu diceritakan
secara mendalam dan terperinci serta penuh dengan nasehat-nasehat yang langsung
dilontarkan oleh para tokoh positifnya.
Novel sering dikatakan sebagai
karangan yang menceritakan suatu peristiwa yang luar biasa dalam kehidupan
manusia. Dikatakan luar biasa sebab hanya memuat cerita berdasarkan konflik
hidup yang sangat menonjol, sehingga menceritakan tokoh sejak kecil sampai
dewasa dianggap tidak perlu. Konflik batin yang mendalam dari para tokoh
menjadi sasaran utama cerita, hal itu menyebabkan plot erat, tunggal, dan
menarik.
Dari penjelasan diatas nampaknya
kita dapat menyimpulkan perbedaan antara novel dengan roman, namun saya rasa
kita tidak perlu memperdebatkan perbedaan tersebut. Sebab, pada hakikatnya
novel dengan roman adalah sama, hanya saja ada sedikit perbedaan dalam mengeksplorasi
unsur intrinsik oleh pengarang dalam proses penciptaanya. Saya sangat
sependapat dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Sugiantomas (2013: 50) bahwa
tidak perlu lagi ada batasan-batasan yang ketat antara istilah novel dengan
roman. Batasan-batasan yang kaku malah akan menghambat proses terjadinya
apresiasi dalam kehidupan kesusastraan. Orang sering terbelenggu oleh
pendefinisian sehingga proses pertemuan dengan karya yang sesungguhnya tidak
terjadi. Oleh sebab itu, ada baiknya kedua jenis cerita rekaan ini selanjutnya
dianggap sama. Untuk menyebutnya sebaiknya mulai dipopulerkan dengan istilah
novel saja.
Novel berasal dari bahasa latin ‘novellus’ yang diturunkan dari kata ‘novies’ yang berarti ‘baru’. Dikatakan
baru sebab novel muncul belakangan dibandingkan dengan bentuk puisi dan drama.
Yus Rusmana memunculkan pengertian novel sebagai cerita rekaan yang panjang dan
mengisahkan peristiwa rasional. Novel merupakan prosa rekaan yang panjang, yang
menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peritiwa dan latar secara
tersusun Sujiman (dalam Sugiantomas, 2013: 50).
Novel dapat mengemukakan sesuatu
secara bebas, menyajikan segala sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih
detail, dan lebih banyak melibatkan
berbagai permasalahan yang kompleks.
2.6. Unsur-unsur Novel
Unsur pada karya sastra jenis novel
terdapat dua unsur, yakni unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik seperti halnya
unsur yang terdapat pada puisi dan drama.
1)
Unsur Ekstrisik
Unsur ekstrinsik adalah unsur
luar yang berkaitan dengan pengarang, unsur-unsur tersebut antara lain: agama,
lingkungan, adat istiadat, psikologi, pendidikan, status ekonomi, dan
lain-lain.
2)
Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik
yaitu unsur dalam atau unsur yang membangun terciptanya sebuah novel.
Unsur-unsur tersebut yaitu: tema, alur/plot, tokoh dan perwatakan,
latar/setting, gaya, titik pengisahan, dan amanat.
a. Tema
Menurut arti
katanya tema berarti sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah
ditempatkan. Kata ini berasal dari bahasa Yunani tithenai yang berarti menempatkan atau meletakkan. Aristoteles yang
dianggap sebagai salah seorang tokoh retorika jaman klasik, menegaskan bahwa
untuk membuktikan sesuatu mula-mula harus ditentukan dan dibatasi topoi
‘tempat’ berlangsungya suatu pristiwa. Dalam batas-batas yang telah ditentukan
tadi, penulis menentukan: manusia, interaksi, dan fakta-fakta lainnya yang
menimbulkan atau bersangkutan dengan pristiwa tadi. Sebaliknya dalam retorika
modern, setiap pengarang ketika akan menyampaikan sesuatu, mula-mula akan mencari
topik yang akan dijadikan landasan untuk menyampaikan maksudnya mengenai topik
tersebut.
Menurut Prof.
Dr. Gorys Keraf (1994: 107) tema secara khusus dalam sebuah karangan dapat
dilihat dari dua sudut; dari sudut karangan yang telah selesai dan dari sudut
proses penyusunan sebuah karangan.
Dilihat dari
sudut sebuah karangan yang telah selesai, tema adalah suatu amanat utama yang
disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Amanat utama ini dapat diketahui
misalnya bila seseorang membaca sebuah roman atau karangan lainnya. Selesai
membaca karangan tersebut, akan meresaplah ke dalam pikiran pembaca satu sari
atau makna dari seluruh karangan itu. Secara singkat, tema adalah pokok
persoalan, atau ide pokok yang tertuang dalam cerita.
Untuk
menentukan tema sebuah karya fiksi, haruslah disimpulkan dari keseluruhan
cerita seperti halnya yang diungkapkan oleh Gorys Kerap diatas, tidak hanya
berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Walaupun tema sangat sulit ditentukan dengan pasti, bukanlah makna
yang disembunyikan, walau belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit. Tema
sebagai makna pokok sebuah karya fiksi tidak (secara sengaja) disembunyikan
karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Namun, tema merupakan
keseluruhan yang didukung cerita.
Sebagai sebuah
makna, pada umumnya tema tidak dilukiskan, paling tidak pelukisan secara
langsung atau khusus. Eksistensi dan atau kehadiran tema adalah terimplisit dan
merasuki keseluruhan cerita, dan inilah yang menyebabkan kecilnya kemungkinan
pelukisan secara langsung tersebut. Hal inilah yang menyebabkan tidak mudahnya
penafsiran tema. (Nurgiantoro, 1994: 69).
b. Alur/Plot
Persoalan
tersebut lantas direnungkan dan diolah sedemikian rupa oleh pengarang hingga
akhirnya dalam bentuk cerita rekaan. Dengan kemampuan imajinasinya pengarng
mencoba menciptakan dunia baru, suasanan tertentu dan sebagainya. Dunia
imajinasi tersebut lantas disusun berdasarkan urutan peristiwa.
Peristiwa-peristiwa
yang tersusun menjadi cerita tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan terjalin
dalam suatu susunan yang sambung menyambung berdasarkan hukum sebab akibat. Ini
berarti setiap peristiwa yang tertuang akan mempunyai sebab mengapa terjadi
peristiwa itu. Peristiwa itupun akan berakibat pula pada peristiwa berikutnya,
begitu seterusnya berlanjut dari peristiwa pertama ke peristiwa lainnya, hingga
kumpulan peristiwa itu menjadi cerita yang tersusun menjadi sebuah cerita dari
awal hingga akhir yang bersambung berdasarkan hukum sebab akibat itulah
kemudian disebut sebagai alur atau plot (Sugiantomas, 2013: 62).
S. Tasrif
(dalam Sugiantomas, 2013: 63) menyatakan bahwa setiap cerita biasanya
diciptakan dari lima bagian peristiwa. Urutan peristiwa-peristiwa tersebut
sebagai berikut:
1.
Pengarang mulai melukiskan suatu
keadaan.
2.
Peristiwa yang bersngkut paut
mulai bergerak.
3.
Keadaan mulai memuncak.
4.
Peristiwa-peristiwa mencapai
klimaks.
5.
Pengarang memberikan pemecahan
persoalan dari semua peristiwa.
Apabila pengarang menyusun cerita berdasarkan
urutan peristiwa dari permulaan sampai akhir maka susunan tersebut dapat
dikatakan sebagai alur konvensional atau tradisional, namun apabila peristiwa
dari tengah atau dari akhir maka dikatakan alur sorot balik atau flash back.
Secara kualitatif, alur diklasifikasikan menjadi
dua:
1.
Alur Erat
Alur erat yaitu
alur yang terdapat hubungan yang kuat dari satu peristiwa ke peristiwa yang
lainnya. Sehingga pembaca harus melewati peristiwa-peristiwa tersebut secara
berurutan agar pembaca dapat memahami cerita secara utuh.
2.
Alur Longgar
Alur longgar
yaitu alur yang terdapat hubungan yang longgar antara satu peristiwa satu
kepada peristiwa lainnya. Sehingga pembaca dapat melewati beberapa peristiwa
dan masih dapat memahami maksud atau keseluruhan cerita.
Secara kuantitatif, alur
dikalsifikasikan menjadi dua:
a.
Alur Tunggal
Alur tunggal yaitu alur cerita
yang hanya mempunyai satu susunan kejadian baik dalam cerita yang mempunyai
alur konvensional atau pun sorot balik.
b.
Alur Ganda
Alur ganda
yaitu alur cerita yang mempunyai lebih dari satu peristiwa. Hal ini disebabkan
karena berkembangnya cerita karena suatu cerita dianggap penting dan menarik.
Manusia yang ada dalam cerita rekaan
tersebut disebut sebagai tokoh, yaitu individu rekaan yang mengalami peristiwa
atau berkelakuan dalam berbagai peristiwa Panuti Sudiman (dalam Sugiantomas,
2013: 65). Semua tokoh dalam cerkan adalah tokoh rekaan, artinya tidak ada
dalam dunia nyata. Bisa jadi akan ada kemiripan sifat-sifat yang sama dengan
seseorang dalam hidup nyata, tetapi hal itu dimaksudkan agar tokoh tersebut
dapat diterima dan dikenal pembacanya. Lebih lanjut Jones (dalam Nurgiantoro,
2010: 165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang
yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Menurut
Stanton (dalam Nurgiantoro 2010: 165) penggunaan istilah “karakter” (character)
sendiri dalam berbagai literatur bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian
yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai
sikap, ketertarikan, keinginan, emosi dan prinsif moral yang dimiliki
tokoh-tokoh tersebut. Dengan demikian character
dapat berarti ‘pelaku cerita’ dan dapat pula berarti ‘perwatakan’. Antara
seorang tokoh dengan perwatakan yang dimilikinya memang merupakan suatu
kepaduan yang utuh. Adapun beberapa jenis tokoh yang mungkin terdapat dalam
sebuah cerkan yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan;
1.
Tokoh Sentral
Tokoh sentral adalah tokoh yang hampir
dalam keseluruhan cerita menjelajahi persoalan. Mereka menjadi manusia yang
konfliknya menonjol, tokoh sentral ini terbagi pada tokoh utama atau protagonis
dan tokoh penentang utama atau antagonis.
a.
Tokoh Utama atau Protagonis.
Adalah tokoh
yang memegang peran yang menjadi pusat cerita, tempat bertumpunya plot, dan
tema cerita.
b.
Tokoh Penentang atau Antagonis
Adalah tokoh
yang menjadi lawan tokoh utama. Sebagai penentang kehadiran tokoh ini akan
menjelaskan konflik yang ada pada tokoh utama.
2.
Tokoh bawahan
Tokoh bawahan
adalah tokoh yang tidak sentral dan kedudukannya dalam cerita, tetapi
kehadirannya dangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama. Ada
tiga cara pengarang dalam melukiskan watak tokoh;
a.
Cara Langsung atau Analitik
Dengan cara
langsung pengarang tanpa rasa ragu menggambarkan watak tokohnya kepada pembaca.
b.
Cara tak Langsung atau Dramatik
Dengan cara tak
langsung pengarang menggambarkan lewat fisik tokoh, dengan menggambarkan tempat
atau lingkungannya, dengan menggambarkan perbuatan dan tingkah lakunya, dengan
menggambarkan pikiran-pikiran tokoh, dan dengan menggambarkan melalui dialog tokoh.
c.
Cara Langsung dan tak Langsung
Dengan cara ini
pengarang ingin menjelaskan watak tokhnya sejelas-jelasnya, sehingga pengarang
menggambarkan tokoh dengan menggunakan kedua cara secara sekaligus.
d. Latar atau
Setting
Latar atau
setting adalah segala keterangan mengenai waktu, tempat, suasana dan lingkungan
sosial yang terdapat dalam cerita. Latar berguna untuk memperkuat tema, plot,
watak tokoh dan membangun suasana cerita. Dengan begitu akan memeberikan
kemudahan bagi pembaca dalam memahami cerita.
Latar tempat adalah gambaran ‘dimana’ seluruh cerita dalam cerita itu
terjadi. Latar waktu adalah gambaran ‘kapan’ peristiwa dalam cerita itu
terjadi. Latar suasana adalah gambaran bagaimana suasana seluruh peristiwa
dalam cerita itu terjadi. Latar sosial adalah gamabaran lingkungan sosial apa
saja yang ada dalam cerita.
e. Titik Pengisahan atau Juru Cerita
Titik pengisahan disebut juga sudut pandang atau point of view adalah kedudukan pengarang dalam bercerita. Lebih
lanjut Gorys Keraf (1994: 86) menjelaskan bahwa sudut pandang adalah tempat
darimana seorang pengarang melihat sesuatu. Sudut pandang tidak diartikan
sebagai penglihatan atas sesuatu barang dari atas atau dari bawah, tetapi
bagaimana kita melihat barang itu dengan mengambil suatu posisi tertentu.
Secara garis besar titik pengisahan atau juru cerita terdiri dari titik
pengisahan pengarang sebagai pengamat dan titik pengisahan pengarang sebagai
tokoh.
Ø
Titik Pengisahan Sebagai Pengamat
Titik pengisahan sebagai pengamat
biasanya ber “Ia” kepada tokoh-tokoh yang ada dalam cerita, atau menyebut nama
tokoh masing-masing. Titik pengisahan pengarang sebagai pengamat ini dibagi
menjadi tiga:
a.
Titik Pengisahan Maha Tahu
Pengarang mampu
menceritakan segala hal yang terdapat dalam cerita, baik tingkah laku, apa yang
dikerjakan, bahkan perasaan yang ada dalam diri tokoh ciptaannya.
b.
Titik Pengisahan Objektif
Pengarang mampu
menceritakan sesuatu yang nampak saja, artinya tidak sampai kepada hal yang
abstrak seperti suasana hati tokohnya.
c.
Titik Pengisahan Sebagai Peninjau
Pengarang
memilih salah satu tokoh dan menjelaskan secara detail tentang tindakannya dan
perasaanya.
Ø
Titik Pengisahan Sebagai Tokoh
Titik pengisahan sebagai tokoh
pengarang menempatkan dirinya sebagai “aku” dalam rekaan yang dibuatnya.
Seolah-olah dia berada langsung dalam cerita dan mengalami seluruh peristiwa
yang ada. Pengarang bisa bertindak sebagai tokoh protagonis atau tokoh bawahan.
Titik pengisahan sebagai tokoh dibagi menjadi dua:
a.
Titik Pengisahan Sebagai Tokoh
Protagonis
Pengarang
bertindak sebagai tokoh autama atau protagonis. Dia ber ‘aku’ dan menceritakan
dirinya sendiri
b.
Titik Pengisahan Tokoh Bawahan
Pengarang
bertindak sebagai tokoh bawahan. Dia ber ‘aku’, dan menceritakan tokoh lain,
yaitu tokoh protagonis.
f. Gaya
Gaya yang dimaksudkan yaitu gaya pengarang dalam membawakan ceritanya. Gaya
ini berupa cara-cara khas dari pengarang dalam menyusun bahasa, menggambarkan tema,
menyusun plot, menggambarkan karakter dan watak, menentukan setting dan
memberikan amanat. Cara-cara khas antara pengarang satu dengan yang lain akan
berbeda.
Gaya pun memiliki kaitan dengan gaya bahasa yang pakai dalam membawakan ceritanya ketika pengarang
menyuguhkan alur ataupun tokoh dan unsur-unsur lain yang termuat dalam
ceritanya.
g. Amanat
Amanat yaitu pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat
dalam cerkan dapat dilihat dari keseluruhan cerita artinya ada dalam cara-cara
pengarang melontarkan konflik bagi tokoh-tokohnya, mengembangkannya dan
menyelasaikannya. Dari sana pembaca dapat mengetahui bagaimana sikap hidup
pengarang dalam menjalani hidup ini.
Amanat dapat pula dilihat dari kalimat-kalimat yang langsung oleh pengarang
baik berupa narasi, deskripsi, atau dialog tokoh. Amanat semacam ini biasanya
selalu berkaitan dengan tema yang tersebar didalam setiap peristiwa.
Berbobot
atau tidaknya amanat yang ada dalam cerita tergantung pada mutu cerita, artinya
sangat terikat pada proses pencarian ide, perenungan yang dalam tentang hidup,
tanggapan-tanggapan terhadap persoalan manusia, sikap emosional, dan
intelektual dalam melihat lingkungan dan sebagainya.
BAB III
PEMBAHASAN
(Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbaana)
3.1 Sekilas tentang pengarang
Sutan Takdir Alisjahbana (STA) lahir
di Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908. Beliau merupakan tokoh pembaharu,
sastrawan, dan ahli tata Bahasa Indonesia.
STA
masih keturunan keluarga kerajaan. Ibunya, Puti Samiah adalah seorang
Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatera Utara. Puti
Samiah merupakan keturunan Rajo Putih, salah seorang raja Kesultanan Indrapura
yang mendirikan kerajaan Lingga Pura di Natal. Ayahnya, Raden Alisyahbana yang
bergelar Sutan Arbi, adalah seorang guru.
STA menikah dengan tiga orang istri
serta dikaruniai sembilan orang putra dan putri. Istri pertamanya adalah Raden
Ajeng Rohani Daha (menikah tahun 1929 dan wafat pada tahun 1935) yang masih
berkerabat dengan STA. Dari R.A Rohani Daha, STA dikaruniai tiga orang anak
yaitu Samiati Alisjahbana, Iskandar Alisjahbana, dan Sofjan Alisjahbana. Tahun
1941, STA menikah dengan Raden Roro Sugiarti (wafat tahun 1952) dan dikaruniai
dua orang anak yaitu Mirta Alisjahbana dan Sri Artaria Alisjahbana. Dengan
istri terakhirnya, Dr. Margaret Axer (menikah 1953 dan wafat 1994), STA
dikaruniai empat orang anak, yaitu Tamalia Alisjahbana, Marita Alisjahbana,
Marga Alisjahbana, dan Mario Alisjahbana. STA sangat menghormati wanita, ia mengatakan
bahwa wanita adalah motor penggerak dan pendukung dibalik kesuksesan seorang
laki-laki.
Setelah menamatkan sekolah HIS di
Bengkulu (1921), STA melanjutkan pendidikannya ke Kweekschool, Bukittinggi.
Kemudian dia meneruskan HKS di Bandung (1928), meraih Mr. dari Sekolah Tinggi
di Jakarta (1942), dan menerima Dr. Honoris Causa dari Universitas Indonesia
(1979) dan Universitas Sains Malaysia, Penang, Malaysia (1987).
Kariernya beraneka ragam dari bidang
sastra, bahasa, dan kesenian. STA pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan
Balai Pustaka (1930-1933). Kemudian mendirikan dan memimpin majalah Poedjangga
Baroe (1933-1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan
Konfrontasi (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929),
dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di Universitas Indonesia
(1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan
di Universitas Nasional, Jakarta (1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia
di Universitas Andalas, Padang (1956-1958), guru besar dan Ketua Departemen
Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).
STA
merupakan salah satu tokoh pembaharu Indonesia yang berpandangan liberal.
Berkat pemikirannya yang cenderung pro-modernisasi sekaligus pro-Barat, STA
sempat berpolemik dengan cendekiawan Indonesia lainnya. STA sangat gelisah
dengan pemikiran cendekiawan Indonesia yang anti-materialisme,
anti-modernisasi, dan anti-Barat. Menurutnya, bangsa Indonesia haruslah
mengejar ketertinggalannya dengan mencari materi, memodernisasi pemikiran, dan
belajar ilmu-ilmu Barat.
Dalam kedudukannya sebagai penulis
ahli dan kemudian ketua Komisi Bahasa selama pendudukan Jepang, STA melakukan
modernisasi Bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi bahasa nasional yang menjadi
pemersatu bangsa. Ia yang pertama kali menulis Tata Bahasa Baru Bahasa
Indonesia (1936) dipandang dari segi Indonesia, yang mana masih dipakai sampai
sekarang. Serta Kamus Istilah yang berisi istilah-istilah baru yang dibutuhkan
oleh negara baru yang ingin mengejar modernisasi dalam berbagai bidang. Setelah
Kantor Bahasa tutup pada akhir Perang Dunia kedua, ia tetap mempengaruhi
perkembangan Bahasa Indonesia melalui majalah Pembina Bahasa yang diterbitkan
dan dipimpinnya. Sebelum kemerdekaan, STA adalah pencetus Kongres Bahasa
Indonesia pertama di Solo. Pada tahun 1970, STA menjadi Ketua Gerakan Pembina
Bahasa Indonesia dan inisiator Konferensi Pertama Bahasa-bahasa Asia tentang
The Modernization of The Languages in Asia (29 September-1 Oktober 1967).
Selain sebagai ahli tata Bahasa
Indonesia, STA juga merupakan seorang sastrawan yang banyak menulis
novel. Beberapa contoh novelnya yang terkenal yaitu Tak Putus Dirundung Malang
(1929), Dian Tak Kunjung Padam (1932), Layar Terkembang (1936), Anak Perawan di
Sarang Penyamun (1940), dan Grotta Azzura (1970 & 1971). Adapun karya
nonfiksi yaitu Kebangkitan Puisi Baru Indonesia, Perjuangan Tanggungjawab dalam
Kesastraan Indonesia, dan Amir Hamzah sebagai penyair dan Uraian Sajak Nyayi
Sunyi.
STA
menghabiskan masa tuanya di rumah, di Indonesia. Rumahnya sangat asri dan penuh
dengan tanaman serta pepohonan. STA membiarkan hewan-hewan ternaknya
berkeliaran di halaman belakang rumahnya yang luas, seperti angsa dan ayam. STA
mengisi waktu luangnya dengan membaca dan menulis, serta berenang di kolam
renang yang dibuatkan oleh anak-anaknya untuk menjaga kesehatan tubuh. STA
meninggal di Jakarta, 17 Juli 1994 pada usia 86 tahun.
3.2 Sinopsis Novel Layar
Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana
Tuti
dan Maria adalah kakak beradik, kedua gadis ini memiliki sifat yang sangat
berlawanan. Tuti adalah seorang pemikir yang hanya memperkatakan hal-hal yang
perlu, giat bergerak dalam perkumpulan kaum wanita dan tidak pernah bosan
memperjuangkan kemajuan kaumnya. Pidatonya dalam rapat-rapat selalu berapi-api,
membangkitkan semangat kaum wanita untuk mengangkat drajat dengan kesaadaran
sendiri. Ia merupakan Guru HIS Arjina di Petojo. Sedangkan, Maria si bungsu
seorang wanita periang, lincah, dan mudah kagum akan suatu hal, ia masih Sekolah di HIS Capentier Stichting kelas
penghabisan.
Pada hari Minggu pagi Tuti dan Maria pergi ke akuarium
di pasar ikan. Di
tengah-tengah dua dara jelita ini, muncullah Yusuf, seorang pemuda yang tinggi badannya dan berkulit bersih, berpakaian putih
berdasi kupu-kupu, dan memakai kopiah beledu hitam. Mereka bertemu ketika
hendak mengambil sepeda dan meninggalkan pasar, di tempat itu
mereka berbincang-bincang dan berkenalan.
Semenjak
pertemuannya yang pertama di gedung akuarium pasar ikan kemarin, Yusuf selalu terbayang-bayang kedua gadis itu, terutama
Maria. Yusuf telah jatuh cinta kepada Maria sejak pertama kali bertemu, tidak
disangkanya ternyata Maria pun merasakan hal yang sama sehingga tidak lama kemudian mereka menjadi
sepasang kekasih. Sementara itu, Tuti sendiri
terus disibukan oleh kegiatannya dalam pergerakan perkumpulan wanita. Dalam
kesibukanya itu sebenernya Tuti berkeinginan untuk memiliki seorang kekasih
oleh karena melihat hubungan cinta kasih adiknya itu, apalagi ketika ia
menerima surat cinta dari Supomo, seorang pemuda terpelajar yang baik hati dan
berbudi luhur. Namun, karena pemuda itu bukanlah idamannya, ia menolak
cintanya. Sejak itu hari-harinya semakin di sibukkan sehingga ia sedikit melupakan
angan-angannya tentang seorang kekasih.
Perkenalan Yusuf dengan Wiriaatmaja ini makin lama makin
bertambah akrab, karena benih cinta yang telah tumbuh di hati Yusuf kepada
Maria, setelah melalui tahap-tahap perkenalan, pertemuan dengan keluarga, dan
kunjungan oleh Yusuf, diadakanlah ikatan pertunangan antara Maria dengan Yusuf.
Tetapi sayang, ketika menjelang hari pernikahan, Maria mendadak jatuh sakit
karena mengidap penakit malaria dan TBC. Penyakitnya semakin hari makin bertambah parah, sehingga harus dirawat di
sanatorium Pacet di Sindanglaya Jawa Barat. Meskipun Maria telah di rawat ditempat
rumah sakit bagi perempuan TBC, keadaan Maria semakin hari semakin
mengkhawatirkan, sehingga tidak lama kemudian, Maria menghembuskan nafasnya
yang terakhir.
Sebelum Maria meninggal Maria sempat berpesan kepada kekasihnya, Yusuf. Agar
Yusuf bersedia menerima Tuti sebagai kekasihnya. Tuti pun tidak menolak dan
dimulailah pertunangan antara Tuti dan Yusuf.
3.3 Tema
Tema dalam novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah
tentang perjuangan wanita Indonesia dalam mencapai cita-citanya. Sebab, roman
ini termasuk novel modern, disaat sebagian masyarakat Indonesia masih dalam
pemikiran lama. Novel ini banyak memperkenalkan masalah wanita Indonesia dengan
benturan-benturan budaya baru, menuju pemikiran baru.
Terceritakan
dua orang gadis bersaudara, yang memiliki sifat berlawanan. Maria si bungsu adalah seorang wanita periang, lincah, dan
mudah kagum terhadap suatu hal. Sedangkan, Tuti adalah seorang pemikir yang hanya memperkatakan
hal-hal yang perlu, giat bergerak dalam perkumpulan kaum wanita dan tidak
pernah bosan memperjuangkan kemajuan kaumnya. Pidatonya dalam rapat-rapat
selalu berapi-api, membangkitkan semangat kaum wanita untuk mengangkat drajat
dengan kesaadaran sendiri.
Berikut bukti kutipan yang mendukung penjelasan mengenai tema:
........................................................................................................................................
Ø
“Saudara-saudaraku kaum perempuan,
rapat yang terhormat, berbicara tentang sikap perempuan baru sebagian besar
ialah berbicara tentang cita-cita
bagaimanakah seharusnya kedudukan
perempuan dalam masyarakat yang akan datang.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 40)
......................................................................................................................................
Ø
”Hitam, hitam sekali penghidupan perempuan bangsa kita di masa yang silam,
lebih hitam, lebih kelam dari malam yang gelap. Perempuan bukan manusia seperti
laki-laki yang mempunyai pikiran dan pemandangan sendiri perempuan hanya hamba
sahaya, perempuan hanya budak yang harus bekerja dan melahirkan anak bagi laki-laki,
dengan tidak mempunyai hak.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 42)
......................................................................................................................................
Ø
”Untuk menjaga supaya perempuan itu jangan insaf akan kedudukannya, akan
nasibnya yang nista itu, maka diikat oranglah dengan bermacam-macam ikatan:
bermacam-macam adat, bermacam-macam kebiasaan, bermacam-macam ikatan.” (St. Takdir Alisjahbana 2006: 46)
...................................................................................................................................
3.4. Alur/Plot
3.4.1
Susunan alur
Susunan
alur/plot dalam Novel Layar Terkembang karya Sutan
Takdir Alisjahbana adalah sebagai berikut:
1)
Pengarang mulai melukiskan keadaan (Situation)
Pada hari minggu pukul tujuh pagi, pintu gedung akuarium terbuka. Dua orang
gadis masuk ke dalam gedung akuarium, kedua gadis itu bernama Tuti dan Maria. Tuti
dan Maria adalah kakak beradik yang memiliki watak berbeda, kedua gadis itu
merupakan anak dari Raden Wiriatmadja mantan Wedana daerah Banten, yang pada
ketika itu hidup dengan pensiunananya di Jakarta bersama kedua anaknya. Sebab,
Ibu mereka telah meninggal dua tahun yang lalu, sehingga tinggalah mereka
bertiga.
Tuti berusia dua puluh lima tahun sedangkan adiknya, Maria berumur dua
puluh tahun. Maria masih murid H.I.S Carpertitier Alting Stichting kelas
penghabisan dan Tuti menjadi Guru pada sekolah H.I.S Arjuna di Petojo. Di tempat itu mereka bertemu dengan seorang pemuda
yang tinggi badannya, berkulit bersih, berpakaian putih berdasi kupu-kupu, dan
memakai kopiah beledu hitam. Pada saat itu pula mereka berbincang-bincang dan
berkenalan. Nama pemuda itu adalah Yusuf, dia adalah seorang mahasiswa Sekolah Tinggi
Kedokteran atau pada masa itu disebut Sekolah Tabib Tinggi, ia putra dari Demang Munaf di
Matapura, Sumatra Selatan.
2)
Peristiwa yang bersangkut paut
mulai bergerak (Generating Circumtances)
Semenjak
pertemuan itu Yusuf selalu terbayang-bayang kedua gadis yang ia temui di gedung
akuarium, terutama Maria. Yusuf telah jatuh cinta kepada Maria sejak pertama
kali bertemu, bahkan dia berharap untuk bisa bertemu lagi dengannya. Tidak
disangka oleh Yusuf, keesokan harinya dia bertemu lagi di depan hotel Des Indes. Ketika hendak sampai ke
sekolahnya. Semenjak pertemuan keduanya itu, Yusuf mulai sering menjemput Maria
untuk berangkat sekolah bersama, serta dia juga sudah mulai berani berkunjung
ke rumah Maria. Dalam sepuluh hari ini telah kelima kalinya Yusuf datang kerumah
R. Wiriaatmaja. Perkenalan Yusuf dengan keluarga Raden Wiriaatmaja makin lama
makin akrab karena benih cinta dihati Yusuf dan Maria. Ketika mereka berempat
sedang asik berbicang. Datanglah Parta, paman dari Tuti dan Maria. Kedatangannya
itu malah memicu perdebatan di antara ia dan Tuti. Oleh karena parta mengeluhkan
adiknya yang bernama saleh, sebab, saleh secara tiba-tiba berhenti dari
pekerjaanya yang telah memberikan penghasilan yang cukup bagi dirinya dan sanak
keluarganya. Parta beranggapan, bahwa kebahagiaan itu dinilai hanya dari sebuah
materi akan tetapi Tuti tidak sepaham dengan pendapat pamannya itu. Tuti
menganggap bahwa kebahagiaan itu di nilai dari kenyamanan di manapun kita
berarda dan itulah mungkin yang saat ini dicari oleh saleh.
Setelah kejadian perdebatan di serambi depan rumah
itu, lima belas hari kemudian setelah Maria dan Yusuf menyelesaikan ujian, keduanya
memutuskan untuk berlibur. Selama berlibur Yusuf dan Maria saling mengirim
surat, dalam surat tersebut Maria mengatakan kalau dia dan Tuti telah pindah ke
Bandung. Kegiatan surat menyurat tersebut membuat Yusuf semakin merindukan
Maria. sehingga pada akhirnya Yusuf memutuskan untuk segera kembali ke Jakarta
dan ke Bandung untuk mengunjungi Maria. Kedatangan Yusuf disambut hangat oleh
Maria dan Tuti. Setelah itu Yusuf mengajak Maria berjalan-jalan ke air terjun
Dago, tetapi Tuti tidak dapat meninggalkan kesibukannya. Di tempat itu Yusuf
menyatakan perasaan cintanya kepada Maria.
3)
Keadaan mulai memuncak (Rising Action)
Setelah Maria menjalin hubungan dengan Yusuf,
kelakuan Maria berubah. Percakapannya selalu tentang Yusuf, ingatannya sering
tidak menentu, dan sering melamun. Sehingga Rukamah sering mengganggunya.
Sementara hari-hari Maria penuh kehangatan bersama Yusuf. Kakanya sendiri terus
disibukan oleh kegiatan-kegiatannya dalam kongres Putri Sedar yang diadakan di
Jakarta dan di Sala. Dalam kesibukanya, pikiran Tuti terus terganggu oleh keinginan
hatinya untuk merasakan kemesraan cinta. Oleh karena melihat kemesraan Maria dengan
Yusuf. Namun dari pada itu Tuti juga memiliki kekhawatiran terhadap hubungan mereka.
Dengan hati yang tulus Tuti menasehati Maria agar adiknya jangan sampai di perbudak
oleh cinta. Nasihat tulus itu malah justru memicu pertengkaran di antara mereka,
karena Maria tidak terima nasehat yang menurut kakaknya baik itu. Maria
beranggapan bahwa nasehat yang di ucapkan kakaknya seakan ingin memisahkan ia dengan
kekasihnya. Kemarahan Maria memberikan pukulan keras terhadap Tuti. Setelah
kejadian itu, Tuti sama sekali tidak berbicara dengan Maria, dia merasa sendiri
dan sepi dalam kehidupannya.
4)
Peristiwa-peristiwa mencapai
klimaks (Climax)
Beberapa hari
kemudian setelah pertengkaran itu. Maria mendadak jatuh sakit, terkena penyakit
malaria dan TBC. Tuti pun kembali memperhatikan adaiknya, Tuti menjaganya
dengan sabar. Pada saat itu juga adik Supomo datang atas perintah Supomo untuk
meminta jawaban pernyataan cintanya kepada Tuti. Sebenarnya Tuti sudah ingin
memiliki seorang kekasih, tetapi Supomo dipandangnya bukan pria idaman yang
diinginkan Tuti. Maka dengan segera Tuti menulis surat penolakan.
Sementara itu, keadaan Maria semakin hari makin
bertambah parah. Kemudian ayahnya, Tuti, dan Yusuf kekasihnya, memutuskan untuk merawatnya
di rumah sakit. Dokter yang merawatnya menyarankan agar Maria
dibawa ke rumah sakit khusus penderita penyakit TBC wanita di Pacet,
Sindanglaya Jawa Barat. Perawatan Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya.
Namun keadaannya tidak juga mengalami perubahan, yang terjadi malah kondisi
Maria semakin melemah
5)
Pengarang memberikan pemecahan persoalan
dari semua peristiwa (Denoument)
Pada suatu kesempatan, Tuti dan
Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah Tuti mulai
terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri yang
melewati hari-harinya dengan bercocok tanam, ternyata juga mampu membimbing
masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan
tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa
kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota
atau dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia
lakukan. Tetapi juga di desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat
dilakukan.
Semakin hari hubungan Yusuf dengan Tuti
semakin akrab, sementara itu kondisi kesehatan Maria justru semakin
mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun sudah tidak dapat berbuat lebih
banyak lagi. Pada saat kritis Maria mengatakan sesuatu sebelum ia menginggal. Maria
berpesan agar Tuti, kakaknya bersedia menerima Yusuf. Demikianlah pesan terakhir almarhum Maria. Setelah beberapa lama kemudian,
sesuai dengan pesan terakhir Maria, Yusuf dan Tuti bertunangan dan bahagia selama-lamanya.
Jadi berdasarkan uraian di atas,
susunan alur/plot novel Latar Terkembang
karya Sutan Takdir Alisjahbana dapat dikatakan sebagai plot konvesional.
3.4.2
Ketegangan
atau suspance yang nampak dalam peristiwa-peristiwa cerita novel Layar Terkemang
karya Sutan Takdir Alisjahbana.
................................................................................................................................
Ø “Apa Katamu?”
ujar Parta dengan suara yang agak keras sedikit mendengar ucapan keponakannya
yang menyangkal katanya itu.
(Sutan Takdir
Alisjahbana, 2006: 29)
...............................................................................................................................
Ø “Ah, engkau
Tuti saya tahu engkau sudah sebangsa pula dengan Saleh tetapi engkau jangan
marah, kalau saya katakan, bahwa bahagia yang engkau sebut itu omong kosong.” (Sutan Takdir Alisjahbana, 2006: 31)
................................................................................................................................
Ketegangan tersebut muncul ketika Tuti menyangkal ucapan pamannya, Parta. Mengenai arti kebahagiaan. Dalam
peristiwa ini parta mengeluhkan sikap adiknya yang telah mengecewakan dirinya
tentang kebahagiaan hidup yang hendak dicapai adiknya itu.
.......................................................................................................................................
6)
“Tiap-tiap perkataan yang diucapkan
dengan penuh kegembiraan, penuh semangat itu, meresap kepada segala yang hadir.
Tuti terkenal sebagai seorang pendekar
yang pandai memilih kata yang dapat mengucapkan katanya dengan kegembiraan
seluruh hatinya, sehingga tertarik dan terhanyut segala orang yang
mendengarkan. (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 42)
...............................................................................................................................
7)
”Hitam, hitam
sekali penghidupan perempuan bangsa kita di masa yang silam, lebih hitam, lebih
kelam dari malam yang gelap. Perempuan bukan manusia seperti laki-laki yang
mempunyai pikiran dan pemandangan sendiri perempuan hanya hamba sahaya,
perempuan hanya budak yang harus bekerja dan melahirkan anak bagi laki-laki,
dengan tidak mempunyai hak.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 42)
...............................................................................................................................
8)
”Demikian
perempuan tinggal bodoh dan oleh bodohnya lebih bergantunglah ia kepada
laki-laki. Makin mudahlah laki-laki menjadikannya hambanya dan permainannya.” ( St. Takdir Alisjahbana, 2006: 46)
................................................................................................................................
9)
”Perubahan
kedudukan perempuan dalam masyarakat itu bukanlah semata-mata kepentingan
perempuan. Kaum laki-laki yang insaf akan kepentingan yang lebih mulia dari
kepentingan hainya yang loba tentu akan harus mengakui itu.
(St. Takdir
Alisjahbana 2006: 47)
...................................................................................................................................
Ketegangan tersebut muncul ketika
Tuti mengorasikan pidatonya melalui kongres putri sedar tentang sikap perempuan
baru, yang diucapkan dengan penuh
kegembiraan dan penuh semangat.
............................................................................................................................
10) ”Mengapa engkau diam saja? “kata Yusuf tiba-tiba
seraya memalingkan matanya dari air terjun.
(St. Takdir Alisjahbana 2006: 74)
................................................................................................................................
11) “Saya agak lesu,” hampir-hampir tiada kedegengaran
dan suaranya yang halus itu menyerupai suara kanak-kanak yang mencari
perlindungan pada bunda.
“Engkau sakit
Maria....!” suara terang menyatakan bahwa ia agak khawatir melihat rupa maria
ketika itu.
(St. Takdir Alisjahbana 2006: 74)
...............................................................................................................................
12) ”Terlampau kita paksakan berjalan sejauh itu
mendaki sejak dari Bandung. Saya sekali-sekali tidak ingat bahwa baadanmu tiada
kuat,” Katanya pula dan matanya masih khawatir mengamat-amati gadis yang
ramping itu.”
(St. Takdir
Alisjahbana, 2006: 74)
.............................................................................................................................
Ketegangan tersebut muncul ketika Yusuf melihat wajah Maria, orang yang ia
cintai wajahnya terlihat letih dan lesu. Dapat di bayangkan pastilah khawatir
melihat orang yang kita cintai kondisinya seperti itu.
................................................................................................................................
13) ”cintamu yang tidak ditahan-tahan seperti sekarang
ini, berarti merendahkan dirimu kepadanya. Terlampau engkau nyatakan bahwa hidupmu
amat bergantung kepadanya, bahwa engkau tidak dapat hidup lagi kalau tidak
dengan dia.
(St. Takdir Alisjahbana 2006: 87)
...............................................................................................................................
14) “Ah, engkau hendak mengatur-atur orang pula. Saya
cinta kepadanya biarlah saya mati dari pada saya bercerai dari dia.
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 87)
................................................................................................................................
15)
”Sejak engkau cinta kepada yusuf, rupanya otakmu sudah hilang sama sekali
engkau tidak dapat menimbang baik buruk lagi. Sudahlah ! apa gunanya memberi
nasehat orang serupa ini?”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 87)
.................................................................................................................................
16)
”Barangkali cinta perdagangan, baik dan buruk ditimbang sampai semiligram,
tidak hendak rugi barang sedikit. Patutlah pertunanganmu dengan H ambali dahulu putus.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 88)
................................................................................................................................
“Muka Tuti
memerah sampai ketelinganya mendengar kata maria yang pedas itu.”
“Tutup mulutmu yang lancang itu nanti saya
remas.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 88)
...............................................................................................................................
Ketegangan selanjutnya muncul ketika Tuti memberikan nasihat kepada Maria
mengenai perasaan cintanya terhadap Yusuf yang dinilainya terlalu berlebihan. Namun
bukan terimakasih yang di dapat dari Maria, justru malah memicu pertengkaran
oleh karena Maria tidak terima dengan nasehatnya. Sebab, nasehatnya itu seolah ingin memisahkan dirinya dengan kekasihnya,
Yusuf.
...............................................................................................................................
Ø
“Tiba-tiba Tuti terkejut mendengar Maria batuk dan Yusuf seperti orang kecemasan
memanggil Juhro minta ambilkan tempolong.
.........”maria nampak kepadanya
adiknya itu muntah mengeluarkan darah dari mulutnya kedalaam tempolong yang
dipegang oleh Yusuf.
(ST. Alisjahbana, 2006: 148)
.................................................................................................................................
Ø
“Darah, yusuf, darah ! mana bapak mengapa adikku demikian?”
.............”Maria
mendapat penyakit batuk darah. Sakit malaria yang sangat melemahkan badannya
rupanya memberi kesempatan kepada penyakit TBC.”
(ST. Alisjahbana, 2006: 149)
................................................................................................................................
Ketegangan selanjutnya muncul ketika
Maria mendadak batuk darah di hadapan Tuti dan Yusuf.
................................................................................................................................
Ø
”Kalau begini rasa-rasanya, saya hanya menunggu waktunya saja lagi.
Betepakah akan rasanya mati, tidak lagi melihat dan mendengar, meninggalkan
segala yang dikasihi dan disayangi untuk selama-lamanya...”
(ST. Alisjahbana, 2006: 170)
.........................................................................................................................
Ø
“Maria, mesti kuat. Engkau girang selalu jangan diturutkan hati iba. Lawan
rasa kesepian. Engkau mesti lekas baik lagi.”
(ST. Alisjahbana, 2006: 194)
............................................................................................................................
Ø ”tak lama lagi saya hidup di
dunia ini. lain rasa-rasanya... kepalanya digelengkannya di atas bantal, ada
sesuatu dalam hatinya yang masih menghambatnya mengeluarkan pengakuan yang
telah beberapa hari menjadi buah pikirannya.
(ST. Alisjahbana, 2006: 195)
...............................................................................................................................
Ø ”Alangkah bahagianya saya rasanya
diakhirat nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun
berkasih-kasih seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini.....”
“...Tuti dan
Yusuf terkejut mendengar perkataan penghabisan itu.”
”Maria, Maria
sampai kemana-mana pikiranmu? Engkau membinasakan dirimu sendiri ..... Engkau
engkau harus girang, engkau harus percaya bahwa engkau mesti sembuh.”
(ST. Alisjahbana, 2006: 196)
................................................................................................................................
Selanjtnya adalah ketegangan yang
paling terasa ketika Maria terbaring lemah dirumah
sakit karena menghadapi penyakitnya yang tak kujung sembuh, dan malah semakin
hari semakin parah. Pada akhirnya Maria menghembuskan nafas terakhirnya
dihadapan Tuti dan kekasihnya Yusuf.
3.4.3 Padahan
Padahan yang nampak dalam
peristiwa-peristiwa cerita novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir
Alisjahbana.
1)
Padahan yang muncul dalam benak saya
pada saat Yusuf sudah
menyelesaikan ujian doktoralnya lalu ketika libur tiba, Yusuf pulang untuk mengunjungi
orang tuanya di Martapura Sumatra Selatan. Awalnya saya pikir tokoh Yusuf akan
berhenti sampai peristiwa ini, namun padahan saya salah. Ternyata Yusuf merupakan tokoh sentral dalam cerita
ini.
2)
Padahan selanjutnya yang muncul dibenak
saya, ketika Yusuf mengutarakan cintanya kepada Maria lalu setelah
itu mereka menjadi sepasang kekasih, awalnya saya pikir Yusuf tidak akan secepat
itu mengungkapkan perasaan cintanya, namun dugaan saya salah, ternyata setelah
mereka menjadi sepasang kekasih setelah itu tidak lama kemudian mereka bertunangan.
3)
Padahan selanjutnya yang muncul
ketika Maria menjalin hubungan cinta kasih dengan Yusuf, sedangkan kakaknya, Tuti
terus disibuk oleh persiapan laporan kongres perikataan perempuan di Sala. Melihat
kebersamaan Maria dengan Yusuf, Tuti merasa iri bahkan benci, karena keduanya
selalu bersama. Kegelisaan membuat hati Tuti bimbang dengan apa yang di perjuangkanya
selama ini di dalam perkumpulan wanita. Apa lagi setelah Tuti menerima surat dari
Supomo rekan kerjanya, yang ingin menikahi dirinya. Sehingga Tuti di hadapkan dengan
dua pilihan. Antara menerima pinangan Supomo atau perkumpulannya. Awalnya saya pikir Tuti akan memilih untuk menerima
pinangan Supomo oleh karena Tuti sendiri
menyadari bahwa dirinya sudah amat berumur, mau jadi apa kelak kalau dirinya
tidak kawin. Begitu anggapannya. Namun padahan saya salah sebab, Tuti lebih memilih perkumpulannya di bandingkan perasaan cintanya
kepada Supomo.
4)
Padahan selanjutnya yang muncul
ketika Maria mendadak jatuh sakit, yang mengharuskan ia dirawat di rumah sakit.
Dokter yang merawatnya mengungkapkan bahwa Maria terserang penyakit malaria dan
mengidap TBC yang amat parah. Yang mengharuskan Maria dirawat di rumah sakit.
Yusuf dan Tuti bergantian menjenguk Maria. Berbulan-bulan Maria dirawat, namun kondisinya
tidak juga membaik. Awalnya saya pikir Yusuf akan meninggalkan Maria dengan
kondisinya yang seperti itu. Namun lagi-lagi padahan saya salah sebab pada kenyataanya, Yusuf setia menjaga, menjenguk, dan menghibur Maria
supaya ia lekas sembuh.
5)
Padahan selanjutnya yang muncul
dibenak saya ketika Maria
terbaring dirumah sakit khusus pengidap Penyakit TBC di pacet Sindang laya Jawa
Barat. Sudah berbulah-bulan Maria dirawat, namun kondisinya tak kunjung
membaik. Awalnya saya pikir Maria akan sembuh lalu menikah dengan kekasihnya, Yusuf.
Dan lagi-lagi padahan saya salah, justru malah Tuti yang menikah dengan Yusuf.
Sebab, itu karena pesan trakhir dari Maria sebelum ia meninggal. Agar
kekasihnya, Yusuf mau menikahi kakaknya. Dan permintaan itu dikabulkan lalu
Yusuf dan Tuti hidup bersama.
3.4.4 Gambaran susunan Alur/Plot Secara Kualitatif
Secara
kualitatif susunan alur/plot novel Layar
Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah alur
atau plot erat. Sebab, hubungan antara satu peristiwa ke peristiwa lain
mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga pembaca harus membaca halaman
perhalaman untuk bisa mendapatkan cerita yang utuh dari novel tersebut. Apabila
pembaca membuang atau melompati salah satu peristiwa dalam novel tersebut maka
pembaca akan merasa bingung ketika membaca peristiwa selanjutnya sebab cerita
yang didapat tidak utuh dan tentunya pesan yang ingin disampaikan pengarang
kepada pembaca tidak akan tersampaikan dengan baik.
3.4.5 Gambaran susunan Alur/Plot secara
kuantitatif
Secara kualitatif susunan alur/plot novel Layar Terkembang karya Sutan
Takdir Alisjahbana adalah alur atau plot tunggal. Sebab, cerita dalam novel Layar
Terkembang peristiwanya tersusun secara konvensional. Dari mulai pengarang
mulai melukiskan keadaan, peristiwa yang bersangkutan paut mulai bergerak,
keadaan mulai memuncak, pristiwa mulai klimaks, sampai pengarang memberikan
pemecahan masalah. Peristiwa-peristiwa tersebut disusun secara utuh dan padu.
3.5 Tokoh dan Perwatakan
1)
Tuti sebagai tokoh utama karena tokoh Tuti intensitas
keterlibatan dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita sangat dominan.
2)
Maria sebagai tokoh penentang karena menjadi lawan tokoh utama (Tuti).
Karena dengan kehadiran tokoh Maria ini konflik yang ada pada tokoh utama.
3)
Yusuf sebagai tokoh bawaahan karena kedudukannya
dalam cerita tidak terlalu sentral, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk
menunjang dan mendukung tokoh utama.
4)
Raden Wiriatmaatja sebagai tokoh bawaahan karena kedudukannya dalam cerita
tidak terlalu sentral tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang dan
mendukung tokoh utama.
5)
Raden Patadiharja sebagai tokoh bawaahan karena kedudukannya dalam cerita
tidak terlalu sentral, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang
dan mendukung tokoh utama.
6)
Rukamah bawaahan karena kedudukannya dalam cerita tidak terlalu sentral,
tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang dan mendukung tokoh
utama.
7)
Istri Partadiharja sebagai tokoh bawahan karena kedudukannya dalam cerita
tidak terlalu sentral, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang
dan mendukung tokoh utama.
8)
Ratna, sebagai tokoh bawaahan karena
kedudukannya dalam cerita tidak terlalu sentral, tetapi kehadirannya sangat
diperlukan untuk menunjang dan mendukung tokoh utama.
9)
Saleh sebagai tokoh bawaahan karena
kedudukannya dalam cerita tidak terlalu sentral, tetapi kehadirannya sangat diperlukan
untuk menunjang dan mendukung tokoh utama.
10)
Juru Rawat sebagai tokoh bawaahan karena kedudukannya dalam cerita tidak
terlalu sentral, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang dan
mendukung tokoh utama.
11)
Suparto, Suparno, Dokter, Ayah, Bunda, Juhro, Hambali, Sukamti, Dahlan,
Opas pos, Rukmini, Sukarto, Nelayan, tukang dayung sampan, Rukmini, Perempuan
tua, Ningsih, Iskandar, Supomo, Sopir, Loesje, Klara, Corry, pemuda Belanda
sebagai tokoh tambahan karena didalam cerita tersebut tidak begitu banyak di
jelaskan oleh pengaarang dan kemunculannya hanya sebagai pendukung tokoh
sentral.
3.5.1 Penggambaran watak tokoh-tokoh yang
mendukung cerita novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana.
3.5.1.1Cara langsung atau Analitik
- Tokoh Tuti
Tokoh Tuti mempunyai karakter
seorang yang tidak mudah kagum, tidak mudah heran, jarang memuji, pandai
berbicara, tegas, teliti, pendiam, kukuh pendirinanya dan mempunyai pemikiran
yang tajam.
1) Cara langsung atau Analitik
..........................................................................................................................
Ø
“Tuti bukan seorang yang mudah
kagum, mudah heran, tentang suatu hal keinsafan akan dirinya sangat besar.” (St. Takdir Alisjahbana 2006:
5)
.........................................................................................................................
Ø
“Ia pandai dan cakap serta
banyak yang akan di kerjakannya dan di capainya segala sesuatu diukurnya dengan
kecakapaan sendiri. Sebab, ia jarang memuji.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:
5)
............................................................................................................................
Ø
“Ia mempunyai pikiran dan
pandangan sendiri dan segala buah pikirannya yang tetap itu berdasarkan
pandangan sendiri dan segala buah pikirannya disokong oleh keyakinan yang
pasti.” (St.
Takdir Alisjahbana, 2006: 5)
...........................................................................................................................
Ø
“Seorang yang tegap dan kukuh
pendirian tidak suka beri-memberi.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 5)
..........................................................................................................................
“Yang seoarang
agak pendiam dan tertutup rupanya, tetapi segala ucapannya teliti.” (St. Takdir alisjahbana, 2006: 16)
...........................................................................................................................
Ø
“Dengan kemauan tetap dan keras
tuti dapat mengatur rumah.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 26)
...........................................................................................................................
Ø
“Mendengar pikiran yang setegas
dan sejelas itu susunannya yang terdiam kekaguman sejurus.” (St. Takdir
Alisjahbana, 2006: 37)
.........................................................................................................................
Ø
“Tuti telah terkenal seorang
pendekar yang pandai memilih kata memilih kata, yang dapat mengucapkan.” (St.
Takdir Alisjahbana 2006: 42)
..........................................................................................................................
Ø
Dan ketika kalimat penghabisan, yang
dikatakan dengan tekanan yang keras dan tegas itu.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 45 )
..........................................................................................................................
Ø
“Perkataannya terpilih susunan
katanya tegas dan kukuh suaranya tetap dan pasti penuh kepercayaan.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 70)
.........................................................................................................................
Ø
“Tiada dapat diaturnya dengan
pikiranya yang tajam, dengan perhitungan yang nyata.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:
99)
2) Secara Tidak Langsung
a.
Dengan menggambarkan fisik tokoh
.........................................................................................................................
Ø
“Muka yang tua dan tegap
Perawakan.”(St.
Takdir Alisjahbana, 2006: 3)
.........................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Tuti mempunyai
karakter seorang wanita yang matang pikirannya, memiliki pendirian yang kuat dan tegas.
...........................................................................................................................
Ø
“Maka berbunyilah suaranya, halus sebagai badannya, tetapi nyaring nyata” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 36)
..........................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Tuti mempunyai
karakter seorang yang memiliki suara halus wanita
pada umumnya namun ketika berpidato suaranya nyaring terdengar.
b.
Dengan menggambarkan tempat dan lingkungannya
.......................................................................................................................
Ø
“Tuti menjadi guru pada Sekolah
HIS Arjuna di Petojo.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 4)
....................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Tuti mempunyai
karakter seorang wanita yang memiliki integritas keperibadian yang baik, memiliki keinginan yang kuat
dalam pengembangan diri maupun untuk orang lain dan dapat mengendalikan dirinya
saat menghadapi permasalahan hidupnya.
................................................................................................................
Ø
“Sebagai salah seorang pemimpin
perkumpulan itu yang terkemuka, lain dari pada pengurus kongres itu kepadanya
terserah pula mengadakan pidato.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 11)
..........................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Tuti mempunyai
karakter seorang wanita yang cerdas dan memiliki jiwa
kepemimpinan.
.........................................................................................................................
c. Dengan menggambarkan perbuatan atau
tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu kejadian.
..............................................................................................................................
Ø
“Ya, bagus.” Tetapi suaranya
amat berlainan dari adiknya tertahan berat.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 4)
...............................................................................................................................
Dari kutipan diatas, tokoh Tuti
mempunyai karakter seorang wanita yang tidak mudah kagum.
................................................................................................................................
Ø
“Ya, sayapun tiada percaya akan
yang serupa itu.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 12)
.................................................................................................................................
Dari kutipan diatas, tokoh Tuti
mempunyai karakter seorang wanita yang tidak mudah percaya akan suatu hal.
...............................................................................................................................
Ø
“Kasihan hatinya melihat adiknya itu.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 85)
................................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Tuti mempunyai
karakter seorang yang penyayang terhadap adiknya.
Sebab, ia merasa kasihan melihat adiknya sedih.
..........................................................................................................................
Ø
“Tidak dapatlah lagi ia menahan
hatinya akan memberi nasihat kepadanya” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 86)
...............................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Tuti mempunyai
karakter seorang yang peduli terhadap adiknya.
................................................................................................................................
d.
Dengan menggambarkan pikiran-pikiran tokoh
...............................................................................................................................
Ø
“Meskipun ia tahu bahwa
pekerjaannya yang diserahkan kepadanya itu amat berat, ia tidak sampai hati
menolaknya.” (St.
Takdir Alisjahbana, 2006: 90)
................................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Tuti mempunyai
karakter seorang yang bertanggungjawab terhadap pekerjaannya.
..............................................................................................................................
Ø
“Perempuan senantiasa akan
menjadi permainan laiki-laki. Dan dari pada menjadi serupa itu, baginya baiklah
ia tiada bersuami seumur hidupnya...”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 93)
.............................................................................................................................
Dari kutipan diatas tokoh tuti
mempunyai karakter seorang yang memiliki pendirian yang kuat.
............................................................................................................................
Ø
“Menurut pikiranya yang
menimbang dan mengukur, sekalian pujaan itu daya nafsu belaka dan hanya mungkin
terjadi pada mereka yang tiada bertujuan hidup.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 133)
...........................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Tuti mempunyai
karakter seorang memiliki pemikiran yang tajam
mengenai pandangan hidup.
...........................................................................................................................
Ø
“Dalam perjuangan yang sengsara
menghancurkan kalbunya dan memecahkan otaknya itu, akhir-akhirnya dikeraskannya
hatinya mengambil keputusan. Ia tidak boleh lemah, ia tiada boleh mendurhakakan
kepada asasnya sendiri.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 150)
..............................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Tuti mempunyai
karakter seorang wanita yang hati-hati dalam mengambil keputusan.
............................................................................................................................
e.
Dengan menggambarkan melalui tokoh dialog
..................................................................................................................................
Ø
“Tetapi, Yusuf tidakkah engkau lihat bahwa Tuti waktu yang akhir ini amat
berubah?”....... “Pakaiannya misalnya lebih terpelihara lebih terpelihara dan
berwarna-warna.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 139)
...................................................................................................................................
- Maria
Tokoh Tuti mempunyai karakter
seorang yang Mudah kagum, mudah memuji dan memuja, mudah tersenyum, periang, lincah, suka
berbicara, ucapannya sesuai dengan perasaanya yang bergelora, dan
pancaran perasaannya tidak
terhambat-hambat.
a. Cara langsung atau analitik
.................................................................................................................................
Ø
“Sekonyong-konyong dari
mulutnya suara yang gembira.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 4)
...................................................................................................................................
Ø
“Maria seseorang yang mudah
kagum yang mudah memuji dan memuja. Sebelum selesai benar ia berpikir, ucapannya
telah keluar menyataakan perasaannya yang bergelora baik waktu kegirangan
maupun waktu kedukaan.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 5)
...................................................................................................................................
Ø
“Terhambur dengan girangnya
dari mulut Maria.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 9)
...................................................................................................................................
Ø
“Jawab Maria dengan lancar dan
gembira seolah-olah menyatakan kegiranganya yang tidak tertahan-tahan melihat
teman-temannya itu.”
(St.
Takdir Alisjahbana, 2006: 9)
..................................................................................................................................
Ø
“Yang seorang lagi suka bicara, lekas tertawa gelisah, penggerak.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 16)
...................................................................................................................................
b.
Secara tidak langsung
1)
Dengan menggambarkan fisik tokoh
Ø
“Sangat manis rupanya.” ( St. Takdir Alisjahbana,
2006: 3)
........................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Maria mempunyai
karakter seorang wanita yang berwajah cantik.
..........................................................................................................................
Ø
“Yang muda yang lena mengiring
dari belakang, memakai rok pual sutra yang kekuning-kuningan.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:
3)
............................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Maria mempunyai
karakter seorang wanita yang anggun.
.............................................................................................................................
Ø
“Rambutnya yang lebat dan amat
terjaga.” (St.
Takdir Alisjahbana, 2006: 3)
.............................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Maria mempunyai
karakter seorang wanita yang selalu menjaga penampilannya.
...............................................................................................................................
Ø
“Muka yang muda agak
kepanjang-panjangan oleh karena ramping dan kecil badannya.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:
3)
.................................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Maria mempunyai
karakter seorang wanita yang selalu ceria, mudah tersenyum dan mudah tersinggung.
................................................................................................................................
Ø
“Ya, perawakan badanmu benar
bukan perawakan yang kuat.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 74)
...............................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Maria mempunyai
karakter seorang wanita yang lemah lembut.
...........................................................................................................................
c. Dengan cara menggambarkan tempat atau lingkungan
...................................................................................................................................
Ø
“Maria lagi asik memeriksa
tanaman kembang-kembangnya.
segala kembang yang amat tumbuh
dihalaman yang kecil itu ialah hasil pekerjaannya, ia amat gemar akan
bunga-bungaan.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 25)
.................................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Maria mempunyai
karakter seorang wanita yang menyukai keindahan dan kerapihan baik terhadap dirinya sendiri maupun
lingkungan sekitar.
..................................................................................................................................
d.
Dengan menggambarkan perbuatan
atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu kejadian.
....................................................................................................................................
Ø
“Aduh indah benar.” Dan seraya melompat-lompat kecil ditariknya tangan
kakaknya .” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 4)
....................................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Maria mempunyai
karakter seorang wanita yang mudah kagum tehadap suatu hal.
................................................................................................................................
Ø
“Engkau selalu mengganggu saya. Engkau tidak tahu bagaimana perasaan saya,”
Ujar Maria tersendu-sendu.” (St. Takdir
Alisjahbana 2006: 85).
....................................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Maria mempunyai
karakter seorang wanita yang mudah tersinggung.
.....................................................................................................................................
Ø
“Saya cinta kepadanya. Biarlah
saya mati dari pada saya bercerai dari dia.”
(St. Takdir Alisjagbana, 2006: 87)
....................................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Maria mempunyai
karakter seorang wanita yang sangat mencintai pasangannya.
.....................................................................................................................................
Ø
“Tiada senang hatinya tiada dapat memberi makan kekasihnya.”
(St. Takdir
Alisjahbana 2006: 192).
....................................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Maria mempunyai
karakter seorang wanita yang perhatian kepada kekasihnya.
......................................................................................................................................
Ø
“Meskipun penyakitnya tidak menjadi ringan sedikit jua pun, tetapi dalam
seminggu tiada terkata-kata berbahagia rasa dirinya setiap hari dapat bersuaa
dengan tunangan dan kakaknya itu.” (St. Takdir
Alisjahbana 2006: 192).
.....................................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Maria mempunyai
karakter seorang wanita yang tegar
menghadapi penyakitnya yang tak kunjung membaik.
.....................................................................................................................................
- Yusuf
Tokoh Yusuf mempunyai karakter
seorang yang ramah, baik, penyayang, setia, patuh,
tidak sombong, pandai, peduli berjiwa nasionalis dan menyukai alam.
1) Secara langsung atau analitik
..................................................................................................................................
Ø
“idealis, orang yang penuh
cita-cita terhadap bangsa dan tahan air.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 54)
..................................................................................................................................
Ø
“Yusuf gemar akan alam” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:
54)
...................................................................................................................................
2)
Secara tidak langsung atau
dramatik
a.
Dengan menggambarkan fisik tokoh
................................................................................................................................
Ø
“Tinggi muda badannya, berkulit bersih, berpakaian
putih berdasi kupu-kupu, dan memakai kopiah beledu hitam.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 6)
..................................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Yusuf mempunyai
karakter seorang yang berkarismatik dan selalu berpenampilan rapih.
.................................................................................................................................
b.
Dengan menggambarkan tempat dan
lingkungannya
...........................................................................................................................
Ø “Rupanya
seorang setuden Sekolah Tabib Tinggi.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 14)
............................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Yusuf mempunyai
karakter seorang yang ramah,
sopan, pandai, cerdas, dan berwibawa.
...........................................................................................................................
3)
Dengan menggambarkan perbuatan
atau tingkah laku atau reaksi toko terhadap kejadian.
............................................................................................................................
Ø
“Bolehkah saya menemani Zuz berdua samapai kerumah?”
(St. Takdir
Alisjahbana, 2006: 13)
.............................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Yusuf mempunyai
karakter seorang yang baik hati.
...............................................................................................................................
Ø
“Kalau begitu sekarang Zus harus
lekas-lekas masuk. Sekarang bukan waktunya lagi kita pemuda-pemuda berdiam
diri. Seluruh masyarakat kita sedang bergetak. Masalah kita yang muda-muda yang
terpelajar akan menjadi nonton saja? Apabila kita dari sekarng tiada mulai
serta, sampai kemudian …”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 19)
...............................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Yusuf mempunyai
karakter seorang yang pintar, ramah, setiap
perkataannya halus dan sopan.
.................................................................................................................................
Ø
“Petang-petang hari biasanya ia berjalan-jalan dengan Dahlan, kandidat
ambtenaar pembantu ayahnya, masuk dusun keluar dusun. Adakalanya mereka
bertandang pada gadis-gadis. Yusuf telah biasa akan yang demikian. Meskipun
telah lebih dari lima belas tahun, ia tiada tinggal pada orang tuanya, selain
dari pada waktu libur, tetapi sekalian adat istiadat bangsanya diketahuinya
oleh karena ia suka bertanya dan mempelajari.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 50)
...............................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Yusuf mempunyai
karakter seorang yang tidak sombong meskipun ia
seorang Mahasiswa kedokteran.
...............................................................................................................................
Ø
“Melihat bundanya bersungguh-sungguh dan mencoba menahannya, lemah hati
Yusuf sehingga diturutkannya kehendak bundanya menunda berangkat beberapa
hari.”(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 63)
...............................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Yusuf mempunyai
karakter seorang yang patuh kepada orang tuanya.
..................................................................................................................................
4)
Dengan menggambarkan
pikiran-pikiran tokoh
................................................................................................................................
“Sejak dari sekarang saya akan mempelajari penyakit tbc sedalam-dalamnya.
Sebab kekasihku harus saya sembuhkan sendiri.”
(St. Takdir
Alisjahbana, 2006: 171)
................................................................................................................................
Dari kutipan diatas, tokoh yusuf menggambarkan karakter seorang yang peduli
terhadap orang yang dicintainya dengan selalu berusaha untuk membuat Maria
sembuh kembali seperti sediakala meskipun sulit rasanya untuk membuat Maria itu
sembuh kembali.
.................................................................................................................................
- Tokoh Raden Wiriaatmaja (Ayah dari Tuti dan Maria)
Wiriaatmaja mempunyai karakter
seorang yang memegang teguh agama, baik, penyayang, pasrah, dan memberikan
kebebasan terhadap anaknya.
..................................................................................................................................
Ø
“Memaksa anaknya itu menurut kehendaknya itu tiada sampai hatinya, sebab
sayangnya kepada Tuti dan Maria.” (St. Takdir
Alisjahbana, 2006: 3)
..................................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Wiriaatmaja mempunyai
karakter seorang yang penyayang terhadap anaknya
yang bernama Tuti dan Maria.
..................................................................................................................................
- Raden Partadiharja (Adik ipar Wiriaatmaja)
Partadiharja mempunyai karakter seorang yang peduli, perhatian dan teguh
terhadap pendiriannya.
.............................................................................................................................
Ø
“Saya tidak mengerti sekali-kali bagaimana pikiran Saleh, maka ia minta
berhenti dengan tiada bicara lagi dengan famili.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 29)
Ø “Tiada
menurut nasehat orang tua itulah yang akhirnya terjerumus. Dan kemudian hari ia
akan menyesal. coba kita lihat nanti.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 34)
...................................................................................................................................
Dari bukti
kutipan diatas, tokoh Wiriaatmaja mempunyai
karakter seorang yang peduli tehadap adiknya
karena dia selalu memberikan nasehat supaya lebih bijak lagi dalam segala
sesuatu yang sedang dihadapi.
..................................................................................................................................
- Tokoh Rukamah (Sepupu Tuti dan Maria)
..............................................................................................................................
“Ketika itu tiba-tiba teringat
kepadanya akan mengganggu Maria. Lekas diputarnya kenop lampu listrik dan
bergesa-gesa ia masuk ke dalam lain berkata dengan suara yang sungguh-sungguh,
“Maria, Maria, itu dia datang!”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 84)
...............................................................................................................................
Dari kutipan diatas, tokoh Rukamah mempunyai karakter seorang yang suka
bercanda atau suka mengganggu terhadap orang-orang yang dikenalinya semisal
Maria.
................................................................................................................................
- Tokoh Istri Partadiharja
Tokoh Istri Partadiharja mempunyai karakter seorang
wanita yang baik dan penyayang terhadap sanak keluarganya.
............................................................................................................................
Ø
“Ialah adik Wiriaatmaja yang
muda sekali, ada kira-kira tiga puluh dua tahun usianya. Badannya gemuk dan
besar, mukanya bundar seperti bulan penuh, tiada berdagu. Meskipun air mukanya
agak angkuh, rupanya dan kata-katanya teliti tertahan-tahan seperti seringnya
perempuan priyai yang merasa harga dirinya, tetapi yang matanya yang terkecil
sedikit nampaknya pada mukanya muanya itu, terang menyinarkan perasaan kasih
sayang.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 103)
.................................................................................................................................
- Tokoh Ratna (Istri Saleh)
...............................................................................................................................
Ø
“Sebab meskipun dengan
bersahaja Ratna selalu berkata, bahwa makanan yang dapat di sajikannya kepada mereka
hanyalah makanan orang tani didesa, sesungguhnya mereka berdua dimanjakannya.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 184)
Ø
“Tiada memedulikan kata Ratna itu, sambung Tuti, “Pandai benar engkau
melukiskan kegirangan orang tani melihat padinya mulai berkembang,
membangkitkan harapannya akan hasil tenaganya. Baik serupa itu, kalau sering
engkau menulis, lambat laun tentu ada juga orang kota yang tertarik menjadi
tani!” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 189)
.............................................................................................................................
Dari kutipan diatas, tokoh
Ratna mempunyai karakter seorang yang baik hati yang selalu memberikan yang
terbaik kepada orang lain dalam memberikan suatu hal. Selain itu Ratna juga
pandai memberikan semangat kepada para petani. Lewat artikel-artikel yang dia
tulis supaya orang-orang yang berada di
kota tertaik untuk membeli hasil panen petani Sidanglaya Jawa barat.
............................................................................................................................
- Saleh (Adik Partadiharja)
..............................................................................................................................
Ø
“Yang telah mulai
terbayang-bayang kepada saya sekarang ialah mengadakan organisasi penjualan
kembang, supaya kami dapat harga yang baik bagi kembang kami. Supaya kami
jangan dipermain-mainkan tengkulak atau toko-toko kembang di Jakarta.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 189)
................................................................................................................................
Kutipan diatas menjelaskan
bahwa saleh akan membentuk suatu organisasi dalam menampung atau menghimpun
hasil panen para petani yang akan dijual. Tujuannya suapaya para petani menjual
hasil panennya dengan harga yang tinggi dan tidak dipermainkan oleh bandar atau
tengkulak serta para penampung lain yang membeli secara besar-besaran.
Jadi berdasarkan kutipan diatas tokoh
saleh memiliki karakter seorang yang mempunyai jiwa kepemimpinan, pekerja keras
dan peduli terhadap orang-orang yang berada disekitar lingkungannya.
- Juru Rawat (Perawat Maria)
...............................................................................................................................
Ø
“Juru rawat yang sangat baik hati dan peramah terhadap kepadanya itu.”
(St.
Takdir Alisjahbana, 2006: 163)
...............................................................................................................................
Ø
“Kepada Maria juru rawat yang baik budi itu berkata membesarkan hati,
“Sekarang tinggal kita saja lagi. Kita akan dapat main dan lagi seperti dahulu.
Benar tidak, Maria?” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 196)
...............................................................................................................................
3.6 Latar atau setting
3.6.1 Tempat
1) di Pasar Ikan
“Sekarang pada hari Minggu,
kedua bersaudara itu pergi melihat-lihat akuarium di Pasar Ikan” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:
4)
2) di dekat pohon asam yang rindang
“Perlahan-lahan turunlah
keduanya dari sepeda dan menepi dekat pohon asam yang rindang daunnya sebelah
kiri jalan.” (St.
Takdir Alisjahbana, 2006: 21)
3) di bawah pohon Mangga
“Tuti duduk membaca buku di
atas kursi kayu yang lebar di bawah pohon mangga di hadapan rumah sebelah
Cidengweg.” (St.
Takdir Alisjahbana, 2006: 25)
4)
di Gedung Permufakatan
“Orang banyak yang kusut kacau
berserak dalam Gedung Permufakatan selaku tiba-tiba dikuasai oleh suatu tenaga
gaib.” (St.
Takdir Alisjahbana, 2006: 39)
5)
di serambi depan rumah
“Pada suatu petang ketika ia sedang membalik-balik koran ayahnya di serambi
depan, datanglah opas pos membawa setumpukan surat dan koran.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 51)
6)
di Tepi Pantai
“ Sudah itu pergi berjalan-jalan ke tepi pantai.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006:
55)
7) di Poliklinik
“...Tiba di Keroi, Sukarto pergi ke poliklinik tempat ia mengobat orang
sakit. Yusuf mengikutinya melihat-melihat sebentar di poliklinik yang sangat
bersahaja itu.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 55)
8) di Kamar
“Sejak dari sudah makan pukul delapan tadi Tuti mengetik dalam kamarnya.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 89)
9)
di air Terjun Dago
“...Kedua-duanya takjub melihat ke hadapan, kepada air
terjun Dago yang gemuruh bersorak terjun iri atas tebing yang rapat....”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 73)
10) di Ruang tengah
“Melihat Tuti di ruang tengah,
Yusuf menghentikan bicaranya dan memberi tabik kepadanya.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:
129)
11) di C.B.Z (Rumah Sakit)
“Maria sudah dua hari tinggal di C.B.Z. Penyakit malarianya terang ditambah
oleh penyakit batuk darah yang tiba-tiba memecah keluar.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 153)
12) di tempat pemakaman umum
“....Dan kepermaian kuburan di tempat yang sunyi sepi itu selaku
digembirakan....”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 199)
3.6.2.1 Latar Waktu
1. Bulan Mei
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti
kutipan dibawah ini:
1)
“Akhir bulan Mei sekaliannya
akan selesai. Sesudah itu barang kali saya akan pergi ke Bandung mengunjungi saudara
mendiang ibu disana serta akan melepaskan lelah.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 22)
2. Bulan juli
Hal tersebut dapat dilihat dari
bukti kutipan dibawah ini:
1)
“Jadi pada permulaan bulan juli
ini engkau bekerja sekali,”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 103)
3. Bulan Desember
Hal tersebut dapat dilihat dari
bukti kutipan dibawah ini:
1)
“Bulan Desember ini biasanya
amat banyak diadakan orang kongres.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 156)
4. Pagi hari
Hal
tersebut dapat dilihat dari bukti kutipan dibawah ini:
1)
“Merekalah tamu yang mula-mula sekali
tiba di gedung akarium pagi-pagi itu..” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 4)
2)
”Keesokan harinya pagi-pagi sebelum setengah
tujuh....”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 16)
3)
“Sejak pagi-pagi tiada berhenti-henti
hujan turun, bersama-sama dengan angin kuat
yang menyentak-nyentak.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 169)
4)
“Pagi bersinar di lereng Gunung
Gede.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 158)
5. Siang Hari
Hal tersebut dapat dilihat dari
bukti kutipan dibawah ini:
1) “Kira-kira pukul sebelas tengah hari, bertolaklah yusuf dengan auto
ayahnya menuju kearah danau.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 52)
6. Sore hari
Hal tersebut dapat dilihat dari
bukti kutipan dibawah ini:
1) ”...biasanya
benar ia ia duduk berangin-angin menanti hari senja”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006:25)
2)
”....berbunyi beduk magrib sayup-sayup..” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:35)
3) “Petang-petang hari biasanya ia
berjalan-jalan dengan dahlan....”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006:50)
4) “Sore
sampailah ia dekat danau rinau....” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:53)
5) “Matahari
hampir tenggelam dibalik gunung Tanah Pasundan.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 92)
7.
Malam hari
Hal tersebut
dapat dilihat dari bukti kutipan dibawah ini:
1)
“Waktu makan malam Yusuf mengatakan kepada orang
tuanya bahwa ia lima hari lagi akan berangkat ke jakarta..” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:63)
2)
”Di dalam kesunyian malam yang mesra...” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:95)
3)
” Pada malam minggu, Tuti duduk...” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:126)
3.6.2.3 Latar Sosial
a.
Lingkungan Pendidikan Tinggi
1)
“....Tuti menjadi guru pada Sekolah H.I.S. Arjuna di Petojo.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 4)
2)
“...Zus sekolah H.B.S Carperititer Altting Stichting.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 10)
3)
....Anak muda, setuden Tabib tinggi..” (St. Takdir
Alisjahbana, 2006: 10)
4)
“Sekolah mulai setengah delapan, alangkah lekasnya Zus pergi ke sekolah.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 17)
b.
Lingkungan Ekonomi Tinggi
1)
“Yusuf putra Demang Munaf di Martapura di Sumatra Selatan. Telah hampir
lima tahun ia belajar pada Sekolah Tabib Tinggi....” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 16)
2)
Tidakkah engkau senang Engkang sekarang sudah bekerja selama itu mendapat
pensiunan yang tetap, sehingga sentosa-sentosanya....”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 31)
c.
Lingkungan intelektual
1)
Sesungguhnya dalam beberapa hal ia asik memikirkan bermacam-macam soal,
kepalanya dipenuhi kongres Putri Sedar. (St. Takdir
Alisjahbana, 2006: 11)
2)
Sebagai salah seorang pemimpin perkumpulan itu yang terkemuka, lain dari
pada pengurus itu, ia asik membaca dan menulis dirumah untuk menyiapkan
pidatonya. (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 11)
3)
“Saya menghadiri kongres itu dahulu sebagai wakil pedoman besar Putri Sedar
Bandung.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 13)
4)
“Perkumpulan pemuda itu ialah sekolah bagi kita, tempat kita belajar
bekerja bersama-sama untuk kepentingan banyak.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 19)
3.5.2.4 Latar Suasana
a.
Keramaian
Hal tersebut dapat dilihat dari
bukti kutipan dibawah ini:
1) “Dan di
dalam gedung akuarium itu mulailah ramai suara manusia. “
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 6)
2)
”Maka segala kendaraan yang
berhenti tiada bergerak-gerak menanti itu sibuk kembali.” (St. Takdir Alisjahbana,
2006: 21)
3)
“Beberapa lamanya Yusuf dan Maria
memandang kepada kesibukan kendaraan yang
banyak itu.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 21)
4)
“Orang yang banyak yang kusut kacau berserak dalam Gedung Permufakatan.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 39)
b. Romantis
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti
kutipan dibawah ini:
1)
“....Maria, Maria, taukah engkau saya cinta kepadamu?”
Badan Maria melemah jatuh ketangan Yusuf dan seraya menengadah dengan
pandangan penyerahan...” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 80)
c. Tegang
Hal tersebut dapat dilihat dari
bukti kutipan dibawah ini:
1) ”Tetapi
Partadiharja yang masih kesal hatinya,segera menjawab...”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006:
33).
2) “Engkau tak
usah memperdulikan urusan saya! Saya tidak minta nasehatmu galak melawan....” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 88)
3) “Muka Tuti
memerah sampai ketelinganya mendengar kata maria yang pedas itu...” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 88)
4)
“Darah, yusuf, darah ! mana bapak mengapa adikku demikian?...”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006:
149)
5)
“Rupanya sangat mencemaskan, saya sesungguhnya takut....”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006:
178)
d.
Hikmat
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti
kutipan dibawah ini:
1) ”.....Maka
dipersilahkan pembicara tampil ke muka. Baru habis ucapan ketua itu, memecahlah di tengah-tengah
kesunyian itu tepuk orang yang amat riuh nya.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 40)
2) Tiap-tiap
perkataan yang diucapkan dengan penuh kegembiraan, penuh semangat itu, meresap
kepada segala yang hadir...”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 42)
e.
Ketenangan
Hal tersebut
dapat dilihat dari bukti kutipan dibawah ini:
1.)”.....Beberapa
lama yusuf tafakur berdiri di tengah-tengah ketenangan dan kesentosaan alam...” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 56)
2)
“Hari masih pagi-pagi dan dipekuburan dekat pacet, tiada beberapa jauh dari
rumah sakit, sunyi senyap. Tempat manusia melepaskan lelahnya sesudah
perjuangan hidupnya itu...” (St. Takdir
Alisjahbana, 2006: 198)
f.
Kalut
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti
kutipan dibawah ini:
1)
“Engkau sakit Maria....!” suara terang menyatakan bahwa ia agak khawatir
melihat rupa maria ketika itu. (St. Takdir Alisjahbana 2006: 74)
2)
”Tuti terkejut mendengar maria batuk dan Yusuf
seperti kecemasan.....”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 148)
g. Haru
Hal tersebut dapat dilihat dari
bukti di bawah ini:
1)
“O, Yusuf, mengapakah dalam amat sering memikirkan mati. Mungkinkah saya
ini sembuh lagi?....” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 160)
2)
“Dalam menulis, menurutkan pikirannya yang tiada berketentuan itu, Maria
tiada dapat menahan hatinya lagi. Dengan tiada diketahuinya air matanya jatuh
mengalir pada pipinya dan menitik ke atas kertas...”
(St. Takdir
Alisjahbana, 2006: 162)
3)
”Alangkah bahagia saya rasanya diakhirat nanti,
kalau saya tahu bahwa kakandaku berdua
hidup rukun...” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 195)
4)
”beberapa lamanya Tuti dan Yusuf berdiri tiada
bergerak-gerak, laksan terpaku pada
tanah yang pemurah itu, yang senantiasa tulus dan ikhlas menerima.........” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 200)
3.5.3 Titik
Pengisahan Atau Juru Cerita
Dalam
novel Layar terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana titik pengisahan yang
dipergunakan oleh pengarang adalah sebagai pengamat (dengan ciri pengarang ber
“ia” atau menyebut nama tokoh masing-masing). Adapun jenisnya yaitu menggunakan
titik pengisahan Maha tahu.
Hal
tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini:
“....Ia mengunjungi gedung akuarium itu selaama ia di Jakarta..”
(St. Takdir
Alisjahbana, 2006: 4)
“...ia pun berkata.” Ya,bagus...” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:4)
“.......ia tahu bahwa ia pandai bercakap serta banyak yang akan di kerjakakannya....”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 5)
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 5)
“.....ia melalui tuti dan maria yang sedang asik melihat ikan...”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 7)
"ia mendekat dan seraya di belaai-belaainyaa rambut yang halus...”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 7)
“.....Ia asyik membaca dan menulis dirumah untuk menyampaikan pidatonya.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 11)
"...Mendengar itu Yusuf berpikir dan berkatalah ia...”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 13)
“Ia tiada mengerti apa tujuan ucapn
Tuti....” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 15)
”Yusuf ialah putra Demang Munaf.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 16)
“Maria kepadanya kelihatan lebih cantik...” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 17)
“ia
menjabat ketua cabang jakarta sekarang ini...”(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 18)
" Tuti duduk membaca buku.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 25)
“Ia pun duduk pula bersama-sama... (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 28)
"Ia sudah tahu bahwa percakapan....” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 31)
“...Ia akan
dapat menarik pemuda-pemuda yang belum merasakan kecemasan...”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 35)
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 35)
“...ia
melihat kepada rapat seolah-olah hendak mempersaksikan kesakitan palu..”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 39)
“Ia berdiri
diatas mimbar....” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 40)
“ia baru
insaf akan dirinya kembali..” (St.
Takdir Alisjahbana, 2006: 52)
Ia pulang ke Pagar Alam, sebab ayahnya menjadi Demang di sana.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 53)
“Ia baru
bangun tidur..” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 65)
"....Terang terbayang di matanya perjalanan mereka pergi ke Dago tiga hari yang
lalu. Sekaliannya masih nampak kepadanya air mancur yang gemuruh terjun ke
dalam jurang, jalan yang lindap dilingkupi daun bambu yang berdesir-desir.
Yusuf menyatakan cintanya kepadanya dan dicobanya mengingatkan perasaan
nikmat....” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 83)
”Maria tiada juga berkata-kata..” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 86)
"...Tetapi tiba-tiba ia tertangkap akan pikirannya sendiri dan dengan jelas dan
nyata ia menyelidik hatinya, “Irikah ia akan adiknya itu?” “Tidak, tidak
mungkin,” katanya dalam hatinya dan dengan tiada diketahuinya di dalam
kegelapan kamarnya itu, ia menggelengkan kepalanya. (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 97)
“Ia tidak akan hendak
menghambakan..” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 98)
“ia meraba-raba akan mencari tempat
berjejak...” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 98) “Ia pun tersenyum melihat kepada Maria...” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 98)
“ia pun duduk perlahan di kursi
besar..” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 103)
“Ia pun tersenyum melihat Kepada Maria...” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 104)
“..ia melihat kepada kakanya ia
berkata...” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 105)
3.7 Gaya Bahasa
Di dalam novel Layar
Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana banyak di temukan gaya bahasa. Novel
ini menggunakan bahasa Melayu sehingga terlihat agak sulit untuk dimengerti.
Gaya bahasa yang banyak digunakan pengarang dalam memperkuat cerita novel Layar
Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah sebagai berikut:
1. Personifikasi
Gaya
Bahasa Personifikasi, semacam gaya bahasa kiasan yang mengambarakan benda-benda
mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat
kemanusiaan. (Keraf, 2010 : 140)
Kutipan:
1) “Anaknya yang bungsu itu oleng berlari-lari takut biji matanya itu jatuh.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006:3)
2) Gadis berdua
itu adik dan kakak, hal itu terang kelihatan pada air mukanya. (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 3)
3) “Perbedaan
sifat dan pekerti yang sebagai siang dan malam, tiadalah berapa merenggangkan
tali ilahi yang tela memperhubungkan orang berdua beradik itu.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 5)
4)
“Ia pun memandang ke tengah laut tempat ombak menggulung tinggi akan
memecah, terus jauh ke tengah tempat alun berkejar-kejaran menuju ke daratan
dan akhirnya sampai kepertemuan langit dan air, tempat kedua-duanya menjadi
biru kabur.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 55)
5)
“...matanya memandang menyinarkan kekaguman..”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 71)
6)
“Di hadapan mengalir anak air yang
deras, riang berirama girang-girang berpendar-pendar, dibelakang berbuai-buai
daun bambu sayu merdu berbisikan cerita....” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 81)
7)
“Badannya yang gemuk dan bundar seperti bulan penuh. Meskipun air mukanya
agak angkuh, rupanya dan katakatanya teliti....” (St. Takdir alisjahbana, 2006: 103)
2. Litotes
Gaya Bahasa Litotes merupakan ungkapan yang berupa mengecilkan fakta
dengan merendahkan diri.
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini:
1)
“Sebab meskipun dengan bersahaja
Ratna selalu berkata, bahwa makanan yang dapat disajikannya kepada mereka
hanyalah makanan orang tani di desa, sesungguhnya mereka berdua dimanjakannya.” (St.
Takdir Alisjahbana, 2006: 184)
3. Hiperbola
Hiperbola
adalah suatu gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar
besarkan suatu hal. (Keraf, 2010 : 135)
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini:
1)
“Tetapi baru saja Tuti bergerak
meninggalkan mimbar menuju ke tempat duduknya, meletuslah sebagai petir yang
telah lama terkurung dalam mega yang hitam berat, bunyi tepuk beribu manusia
yang hadir sehingga gedung yang besar itu selaku gegar rupanya.” (St.
Takdir Alisjahbana, 2006: 49)
2)
“…bahwa tiap-tiap manusia harus
menjalankan penghidupannya sendiri, sesuai dengan deburan jantungnya, bahwa
perempuan pun harus mencari bahagianya dengan jalan menghidupkan sukmanya.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 56)
3)
“…saya tahu sejak lahirnya Bapak
menamakan dirinya orang Islam, tetapi nama itu baginya hanya nama pusaka.
Sebagai pusaka boleh juga ia menempel kepada saya, tetapi saya tiada akan menyebut-nyebutnya
sebelum ia berdebat sebenar-benarnya dalam hati saya. Sebab bagisaya rupa yang
lahir itu harus sesuai dengan isinya, di dalam.” (St. Takdir
Alisjahbana, 2006: 38)
4)
“…perempuan yang dicita-citakan dalam Putri
Sedar bukanlah perempuan yang berdiri dalam masyarakat sebagai hamba dan
sahaya, tetapi
sebagai manusia yang sejajar dengan laki-laki, yang tidak usah takut dan minta
dikasihani. Yang tiada suka melakukan yang berlawanan dengan kata hatinya,
malahan yang tiada hendak kawin, apabila perkawinan itu…’’ (St. Takdir Alisjahbana, 2006: 48)
5)
“…Hormat akan keberaniannya ketetapan
hatinya, hormat akan ketajaman pikirannya, hormat akan kegembiraannya berjuang
dan berkorban bagi yang terasa kepadanya mulia dan suci. Pada yang seorang lagi
perasaan hormat itu diganti oleh perasaan yang gaib yang tiada terkatakan; oleh
perkataannya yang bersahaja oleh gerak badannya dan cahaya mukanya yang tiada
ditahan-tahan, oleh suaranya yang mesra mencumbu dan pandangan matanya yang
membelai menyinar kagum.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 72)
6)
“…Remuk dan hancur rasa hatinya terbuai
dalam perjuangan jiwanya. Tetapi akhirnya terang dan jelas pendiriannya sebagai
karang yang perkasa menganjur di atas gemuruh gelombang. Tiada ia akan kawin
apabila perkawinan itu hanya sekedar untuk lari dari kesunyian.” (St. Takdir Alisjahbana,
2006: 201)
4.
Parabel
Gaya
bahasa parabel merupakan ungkapan pelajaran dan nilai tetapi dikiaskan atau di samarkan
dalam cerita.
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini:
1)
“Sandiwara Sandhyakala ning
Majapahit.” (St. Takdir Alisjahbana, 2006 : 119)
3.8 Amanat
1)
Perempuan
harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh yang
sangat besar di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian
perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di masyarakat.
2)
Jangan mudah berputus asa dan
terus berjuang untuk mempertahankan dan menggapai cita-cita.
3)
Manusia
boleh berencana tapi Tuhanlah yang menentukan atau memutuskan.
4)
Menjadi perempuan yang sejajar
dengan kaum laki-laki memang tidak salah, namun kita juga harus ingat kodrat
antara perempuan dan laki-laki pasti ada bedanya. Karena perempuan dan
laki-laki diciptakan untuk saling melengkapi.
5)
Sikap konsisten terhadap apa yang
kita bicarakan dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah bukti nyata
dari rasa tanggung jawab apa yang kita ucapkan.
6)
Cinta dan pengorbanan kadang selalu berjalan
seiring.
7)
Dibalik kelebihan seseorang
terdapat kelemahan.
3.8.1 Amanat Khusus
1. Tentang Moral
1)
“ya, saya pun tidak percaya akan hal itu. Kalau sesungguhnya dapat kita
sesuatu oleh bernazar, maka di dunia ini tentu telah lama menjadi surga. Tak
ada lagi orang yang berkekurangan, tak ada lagi orang yang sakit dan mati.
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 12)
2)
“....Takhayul amat dalam membusuk di daging manusia..”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 12)
3)
“.....dalam dua tahun terakhir ini sejak Tuti mengurus rumah dan dirinya,
perlahan-lahan tumbuh dalam hatinya sesuatu perasaan hormat kepada kekerasan
hati dan ketetapan pendirian anaknya yang tua itu.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 14)
4)
“Menjadi guru?, baik benar pekerjaan itu mendidik kanak-kanak bangsa kita.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 22)
5)
“....Manusia yang sesungguhnya
manusia yang hidup semangat hatinya dan ke segala penjuru mengembangkan
kecakapan dan kesanggupannya untuk keselamatan dirinya dan untuk keselamatan
peraulan.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 48)
6)
“Hitam, hitam sekali penghidupan perempuan bangsa kita di masa yang silam,
lebih hitam, lebih kelam dari malam yang gelap. Perempuan bukan manusia seperti
laki-laki yang mempunyai pikiran dan pemandangan sendiri perempuan hanya hamba
sahaya, perempuan hanya budak yang harus bekerja dan melahirkan anak bagi
laki-laki, dengan tidak mempunyai hak.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 42)
7)
“....bahagia itu ialah dapat menurutkan desakan hatinya dapat mengembangkan
tenaga dan kecakapannya sepenuh-penuhnya, dan menyerahkan kepada yang terasa
kepadanya yang terbesar dan termulia dalam hidup ini.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 31)
8)
“....Tumbuh keinsafan dalam hatinya, lain dari pada lingkungan pekerjaannya
sehari-hari, lain dari pada partai dan teman sejawatnya dan lain dari pada cita-citanya
yang menjadi deburan jantungnya yang gembira ada lagi dunia yang lain, yang
selama ini di jauhinya, akan hakekatnya yang sebenarnya.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006:
35)
9)
“....Hidup didunia ini sebagai persatuan keindahan. Dalam persatuan keindahan
itu bukanlah lenyap perjuangan, tetapi perjuangan itu tersuci menjadi lebih
mulia, sebab ia terlangsung bukan semata-mata karna berebut pengaruh atau
kekuasaan, tetapi seperti kordat alam yang selalu mencari kesetimbangan yang
lebih tinggi drajatnya dalam susunan keindahan persatuannya.”
2.
Tentang Sikap Spiritual
1)
“....ketika bunyi bedug saayup-sayup di bawah angin dari kampung jauh di
sebelah timur, wiriaatmaja masuk pula meninggalkan anak-anak muda bertigaa itu
di halaman, akan pergi sembahyang.”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 35)
2)
“Ya, sekarang bapak rajin benar mempelajari agama...”
(St. Takdir Alisjahbana, 2006: 35)
BAB IV
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis
yang dilakukan penulis pada novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana
dapat disimpulkan sebagai berikut.
1)
Tema dalam novel Layar Terkembang
karya Sutan Takdir Alisjahbana yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah
tentang perjuangan wanita Indonesia dalam mencapai cita-citanya. Dalam novel
layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana yang dijadikan sebagai objek
penelitian dapat disimpulkan bahwa STA lebih menekankan pada tema percintaan.
2)
Alur/Plot yang terdapat dalam
novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana yang dijadikan sebagai
objek penelitian, berdasarkan urutan peristiwa dari awal sampai akhir maka
dapat dikatakan sebagai alur konvensional atau tradisional, secara kualitatif
susunan alur/plot novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah
alur atau plot erat, secara kuantitatif susunan alur/plot novel Layar
Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah alur atau plot tunggal. Dalam
novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana yang dijadikan sebagai
objek penelitian dapat disimpulkan bahwa SutanTakdirAalisjahbana memilih
alur/plot konvensional dalam menggambarkan cerita, secara kualitatif alur/plot
tersebut adalah alur/plot erat, dan secara kuantitatif alur/plot tersebut
adalah alur/plot tunggal.
3)
Tokoh dan perwatakan yang
terdapat dalam novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana yang
dijadikan sebagai objek penelitian, adalah sebagai berikut.
a.
Tuti sebagai tokoh utama dengan
perwatakan seorang
yang tidak mudah kagum, tidak mudah heran, jarang memuji, pandai berbicara, tegas,
teliti, pendiam, kukuh pendirinanya dan mempunyai pemikiran yang tajam.
b.
Maria sebagai tokoh Penentang dengan perwatakan seorang yang Mudah kagum terhadap suatu
hal, mudah memuji dan memuja, rajin, mudah tersenyum, periang, lincah, suka
berbicara, ucapannya sesuai dengan perasaanya yang ceria.
c.
Yusuf sebagai
tokoh bahawan dengan perwatakan seorang yang ramah, baik, penyayang, setia, patuh, tidak sombong, pandai, peduli berjiwa nasionalis dan menyukai alam.
d.
Raden Wiriaatmaja sebagai tokoh
bawahan dengan perwatakan seorang yang penyayang.
e.
Raden Partadiharja sebagai tokoh
bawahan dengan perwatakan seorang yang peduli, perhatian, dan teguh terhadap
pendiriannya.
f.
Istri Partadiharja sebagai tokoh bawahan dengan perwatakan baik hati dan penyayang.
g.
Rukamah sebagai tokoh bawahan dengan perwatakan seorang suka mengganggu.
h.
Ratna sebagai tokoh dengan perwatakan pintar, pandai, peduli dan berjiwa sosial
i. Saleh sebagai tokoh bawahan dengan perwatakan mempunyai pemikiran yang tajam,
pekerja keras dan berjiwa sosial.
j.
Juru rawat sebagai tokoh bawahan dengan perwatakan ramah dan baik hati.
4)
Latar/setting yang terdapat dalam novel Layar
Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana yang dijadikan sebagai objek
penelitian adalah sebagai beikut:
a.
Latar tempat; di pasar, pohon
asam yang rindang, di gedung permufakatan, di serambi depan rumah, di tepi
pantai, di poliklinik, di kamar, di ari terjun Dago, di rumah tengah, di C.B.Z
(Rumah sakit), dan di tempat pemakaman umum.l
b.
Latar waktu; Bulan Mei, Bulan
Juni, Bulan Desember, pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari.
c.
Latar Lingkungan; lingkungan
pendidikan tinggi, lingkungan Intelektual, dan Ekonomi menengah.
d.
Latar Susana; suasana keramaian,
suasana romantis, suasana tegang, suasana hikmat, suasana, ketenangan, suasana kalut,
dan suasana haru.
Dalam novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana yang dijadikan
sebagai objek penelitian dapat disimpulkan bahwa secara umum terdapat dua belas
latar tempat, tujuh latar waktu, tiga latar lingkungan dan tujuh latar suasana.
5)
Titik Pengisahan yang terdapat
dalam novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana yang dijadikan
sebagai objek penelitian dapat disimpulkan sebagai pengamat dengan titik
pengisahan Maha Tahu.
6)
Gaya pengarang dan gaya bahasa
yang terdapat dalam novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana yang
dijadikan sebagai objek penelitian, jika ditinjau dari gaya pengarang, gaya
pengungkapannya menggunakan bahasa Melayu sehingga maknanya sedikit sulit untuk
di pahami. Sementara jika ditinjau dari gaya bahasa yang digunakan terdiri dari,
gaya bahasa, personifikasi, litotes, hiperbola dan parabel.
7)
Amanat yang
terdapat dalam novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana yang
dijadikan sebagai objek penelitian adalah; Menjadi perempuan yang sejajar
dengan kaum laki-laki memang tidak salah, namun kita juga harus ingat kodrat
antara perempuan dan laki-laki pasti ada bedanya. Karena perempuan dan
laki-laki diciptakan untuk saling melengkapi.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. (2003). Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga).
Jakarta: Balai Pustaka.
Keraf, Gorys. (1994). Komposisi.
Jakarta: Nusa Indah.
Nierenberg, Gerald. I. & Calero, Hendri. I. (2012). Membaca Pikiran Orang Seperti Membaca Buku.
Jogjakarta: Think.
Nurgiantoro, Burhan. (2010). Teori
Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Pusat Bahasa Depdiknas. (2008). Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga).
Jakarta: Balai Pustaka.
Sobur, Alex. (2011). Psikologi Umum.
Bandung: Pustaka Setia
Sugiantomas, Aan. (2012). Langkah
Awal Menuju Apresiasi Sastra Indonesia.
Kuningan: Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan.
Sugiantomas, Aan. (2013). Kajian
Prosa Fiksi dan Drama.
Kuningan: Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan.
Waluyo, Herman. J. (1987). Teori dan
Apresiasi Puisi.
Jakarta: Gramedia
Wellek, Rene & Warren, Austin. (1989). Teori Kesusastraan.
Terj Melani Budianata.
Jakarta: Gramedia